https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Petani Sepakat Usulan KPPU Batasi Pemberian Izin Perusahaan

Petani Sepakat Usulan KPPU Batasi Pemberian Izin Perusahaan

Ilustrasi perkebunan kelapa sawit di Indonesia. (Foto: Reuters)


Jakarta, elaeis.co - Beberapa waktu lalu, Komisi Pengawasan Persaingan Bisnis (KPPU) mendesak pemerintah untuk membatasi izin Hak Guna Usaha (HGU) lahan kelapa sawit kepada  perusahaan dalam skala besar. Kebijakan ini tentu mendapat dukungan dari para petani kelapa sawit. Sebab dinilai pro terhadap perkembangan perkebunan kelapa sawit.

Dukungan atas kebijakan itu juga disuarakan oleh Ketua Bidang Advokasi dan Hukum DPW APKASINDO Jambi, Dermawan Harry Oetomo saat berbincang bersama elaeis.co, Rabu (8/6). Menurut hari langkah itu berdampak positif terhadap petani kelapa sawit. Terutama petani swadaya. 

"Tentu bagus dan kita dukung," kata dia.

Diinformasikanya pembatasan perizinan kelapa sawit sejatinya sudah pernah dilakukan pemerintah. Yakni lewat kebijakan moratorium beberapa waktu lalu. Namun kebijakan itu menang diterapkan dengan waktu yang ditentukan.

"Artinya pemerintah sudah mempertegas. Hanya memang ada waktu yang diterapkan saat itu," paparnya.

Pembatasan ini dapat dilakukan kembali oleh pemerintah dengan memperketat pengajuan perizinan. Misalnya harus lolos persyaratan yang jelas.

"Pemerintah harus lebih jeli melihat khususnya kemampuan atau kesanggupan perusahaan tersebut. Sebab saat ini justru banyak perusahaan yang menelantarkan lahan yang sudah diserahkan pemerintah. Lahan justru tidak dikelola," tambahnya.

Selain itu, pemerintah juga perlu mendirikan Kementrian Perkebunan (Kemenbun). Hal ini bertujuan agar lebih fokus dalam penyelesaian permasalahan.

"Kita minta sektor perkebunan itu dipisahkan dari pertanian. Sehingga SD alam menyelesaikan masalah bisa lebih fokus," ujarnya

Menurutnya yang terjadi saat ini, Kementrian Pertanian justru tidak fokus dalam menghadapi permasalahan perkebunan. Terutama perkebunan kelapa sawit. "Kalau saat ini kan sulit. Dimana dalam satu kapal diurus oleh 5 nahkoda," bebernya.

Kata Harry, dilihat dari sisi management langkah tersebut sudah tidak benar. Sebab tidak akan mungkin satu bidang bisa mengurus permasalahan yang berbeda di waktu yang sama pula.

"Jika perkebunan berdiri sendiri maka tata kelola akan lebih bagus. Sebab lebih terarah. Nah hal ini justru tidak terpikirkan saat ini. Padahal ini harus dikedepankan," paparnya.

Sementara menurut UU RI No.25  Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik  juga sudah mengatur permasalahan ini.

"Nah kalau kita aja tidak mengikuti aturan undang undang, lantas untuk apa undang undang itu diciptakan," paparnya.

Harry mencontohkan, saat ini ekspor hasil perkebunan masih dipegang oleh Kementrian Perdagangan. Sementara perizinan ekspor justru dinilai lambat hingga dampak pencabutan larangan ekspor justru belum terlihat di lini petani kelapa sawit.

Kondisi para petani kelapa saat ini sudah sangat memprihatinkan, sehingga ia meminta agar pemerintah segera mempercepat proses eskpor CPO tersebut. Hal ini tentu agar hasil kebun milik petani dapat terserap oleh pabrik kelapa sawit (PKS) yang kemudian juga harganya kembali normal.

"Mau diapakan bangsa ini jika terus seperti ini. Dampak yang dirasakan petani belum signifikan malah bisa dibilang belum ada dampaknya. Maka kita akan mendesak terus," ujarnya. 

Menurutnya tidak selayaknya petani kelapa sawit justru terus menerus menjadi korban. Padahal petani kelapa sawit adalah pahlawan devisa negara.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :