Berita / Nusantara /
Petani Sawit Mukomuko Merasa Dizalimi Korporasi, Pemerintah Kemana?
 
                Sejumlah petani sawit Kecamatan Malin Deman Mukomuko bersitegang dengan aparat kepolisian belum lama ini. (Jos/Elaeis)
Bengkulu, elaeis.co - Darmin dan Suharto kembali mendapatkan surat pemanggilan dari Polres Mukomuko atas kisruh penguasaan lahan dengan korporasi di daerah itu.
Sebetulnya jika melihat isi surat pemanggilan, kasus yang menimpa keduanya sama. Yakni menguasai atau menduduki lahan hingga memanen hasil perkebunan di dalam hak guna usaha (HGU) milik perusahaan.
Tidak hanya itu, lokasi yang diperkarakan juga sama yakni di lahan hak guna usaha (HGU) PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) yang terletak di area 1 diivis 6 Blok T 16.
Yang membedakan, kasus yang menimpa Suharto dengan PT Bina Bumi Sejahtera (BBS). Sementara Darmin, dengan PT Daria Dharma Pratama (DDP).
Kok Gitu? Begini ceritanya...
Sejak 1997, PT BBS tidak lagi beraktivitas di lahan HGU-nya yang terletak di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu. Nah, karena lahan itu seperti tak bertuan lagi, mulailah satu persatu warga Kecamatan Malin Deman menggarapnya.
Kebanyakan, masyarakat menamai sawit di lahan tersebut. Setelah berproduksi, baru datanglah PT DDP dan mengklaim lahan yang ditanami kedua petani tersebut masuk kawasan HGU PT BBS yang telah dibeli PT DDP. Sejak itu, konflik terus terjadi antara petani dengan korporasi tersebut.
Padahal dari keterangan Darmi, lahan yang diklaim PT DDP itu sudah mulai digarapnya sejak tahun 1986. PT BBS dan PT DDP juga sudah beberapa kali ingin mengambil lahan seluas 23 hektare tersebut.
"Tapi tidak pernah ada kesepakatan lahan itu mau diserahkan ke siapa. Tak ada penjelasan yang jelas dari kedua perusahaan," kata Darmi saat berbincang dengan elaeis.co, belum lama ini.
Namu, lanjut Darmin, tiba-tiba ada pemanggilan dari kepolisian dengan tuduhan mencaplok lahan perusahaan. "Saya sudah beberapa kali dimintai keterangan oleh kepolisian. Saya dilaporkan atas kasus penggarapan lahan," kata dia.
Begitu pula dengan Suharto. Dia mengatakan lahan yang digarapnya sudah sangat lama terlantar dalam kondisi semak belukar. Perbedaannya dengan Darmin dalam kasus ini, Suharto baru sekali dipanggil pihak kepolisian untuk dimintai keterangan. Sementara Darmin sudah bolak-balik dipanggil pihak penyidik Polres Mukomuko.
 
"Saya dituduh diduga melanggar tindakan yang bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Tapi perlu saya tegaskan, sejak tahun 2014 pihak perusahaan telah menyatakan bahwa lahan yang saya garap dan kuasai tersebut tidak boleh digarap oleh perusahaan PT DDP," ujarnya.
Menurut Suharto, pemanggilan sejumlah petani oleh penyidik juga menunjukkan tidak ada itikad baik dari perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan.
Sementara, Ketua Tim Kuasa Hukum Petani Kecamatan Malin Deman, Saman Lating menejelaskan, PT DDP sampai saat ini belum bisa menunjukkan bukti kepada petani telah membeli HGU PT BBS.
"Pemerintah daerah sebagai pemilik wilayah dan pihak-pihak terkait seharusnya mengambil tindakan cepat dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, agar masyarakat tidak selalu dihadapkan dengan aparat penegak hukum seperti yang dialami Pak Darmin. Sejak 2014 Pak Darmin dilaporkan dan dipanggil berulang kali tanpa ada kejelasan, dan kini dipanggil lagi terkait objek yang sama dengan laporan yang baru,” kata Lating.
Pada intinya, kata Lating, jika konflik antara masyarakat dengan perusahaan ini terus terjadi tanpa kejelasan, negara harus bertanggungjawab.
"Negara yang tidak hadir akan membuat situasi semakin runcing. Dan yang akan menjadi korban dari konflik ini adalah masyarakat. Maka itu, harus diselesaikan permasalahan ini," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :