https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Petani Sawit Mengkhawatirkan Keberlanjutan Usaha Akibat Kebijakan yang Tidak Mendukung

Petani Sawit Mengkhawatirkan Keberlanjutan Usaha Akibat Kebijakan yang Tidak Mendukung

Penghapusan pupuk subsidi terus dikeluhkan petani sawit. foto: MC Abdya


Bengkulu, elaeis.co - Sejumlah kebijakan pemerintah pusat dinilai dapat mengancam keberlanjutan sektor kelapa sawit di negara ini. 

Ketua Aliansi Petani Kelapa Sawit (APKS) Bengkulu, Edy Masyhuri mengatakan, beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah tidak berpihak kepada para petani dan pelaku usaha sawit. "Misalnya penghapusan pupuk subsidi untuk petani sawit, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang rendah dan tidak stabil, serta pembatasan kebijakan ekspor crude palm oil (CPO)," katanya, Rabu (26/7).

Menurutnya, penghapusan pupuk subsidi saat ini menjadi permasalahan utama yang dihadapi semua petani sawit di seluruh Indonesia. "Mahalnya pupuk kimia berdampak negatif pada produktivitas tanaman kelapa sawit. Hasil panen sawit terancam terus menurun," katanya.

Selama ini petani menjadikan pupuk subsidi sebagai penopang utama untuk meningkatkan hasil panen. Dengan penghapusan subsidi ini, maka banyak petani yang kesulitan membeli pupuk pupuk karena harganya melambung.

"Sawit makin jarang dipupuk, ini yang berpotensi menurunkan produksi sawit di daerah. Makanya kami menyayangkan pencabutan subsidi pupuk, petani sawit sulit dapat pupuk dengan harga terjangkau," sesalnya.

Fluktuasi harga TBS sawit juga sangat menyulitkan petani. Harga yang rendah dan tidak menentu membuat para petani kesulitan untuk merencanakan dan mengelola keuangan usaha mereka. "Ketidakpastian harga TBS mempengaruhi pendapatan petani secara keseluruhan dan berdampak pada keberlanjutan usaha mereka," sebutnya.

"Jadi, keuangan petani ditekan dari dua sisi. Penghapusan subsidi menyebabkan pupuk mahal sehingga biaya produksi petani naik, dan di saat bersamaan harga TBS murah sehingga pendapatan petani makin sedikit," tambahnya.

Dia berharap pemerintah segera mengevaluasi kebijakan subsidi pupuk dan melakukan stabilisasi harga TBS. "Dua masalah ini menempatkan petani sawit di posisi yang sulit. Melihat kondisi saat ini, kami mempertanyakan apakah pemerintah benar-benar ingin sektor kelapa sawit ini berkelanjutan atau tidak," tandasnya.

APKS Bengkulu juga menyoroti kebijakan pembatasan ekspor CPO untuk menjaga stok bahan baku minyak goreng. Sebagai salah satu negara produsen utama sawit, pembatasan ekspor berpotensi mempengaruhi daya saing CPO Indonesia di pasar internasional dan menurunkan pendapatan industri sawit nasional.

"Kebijakan pembatasan ekspor seperti domestic price obligation (DMO) tidak pro petani," ungkapnya.

Edy berharap pemerintah pusat mendengarkan aspirasi yang menginginkan kebijakan yang berpihak pada petani sawit dan mendukung keberlanjutan usaha di sektor sawit.

"Kami berharap pemerintah mempertimbangkan dampak dari kebijakan-kebijakan yang dibuat terhadap petani sawit. Mari kita sama-sama menjaga sektor ini tetap berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat," tutupnya.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :