Berita / Nasional /
Petani Sawit Geram Jadi Kambing Hitam: Kemenhut Juga Harus Diperiksa soal Penebangan Hutan
Jakarta, elaeis.co – Gelombang kemarahan petani sawit kembali pecah setelah bencana banjir besar melanda tiga provinsi di Sumatera.
Mereka merasa terus disudutkan sebagai biang kerok seolah-olah perkebunan sawit adalah sumber segala persoalan lingkungan. Padahal menurut para petani, cerita di lapangan jauh lebih kompleks dari narasi yang berkembang di publik.
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menegaskan bahwa banjir bandang tersebut tidak bisa dilepaskan dari praktik penebangan hutan yang sudah lama terjadi.
Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung, menyebut bahwa banyak opini yang sengaja atau tidak sengaja menyorot sawit sebagai penyebab utama, padahal jejak kerusakan hutan berasal dari tempat lain.
“Titik awal bencana bukan di perkebunan sawit. Kayu-kayu gelondongan itu jelas bukan dari kebun sawit, tapi dari pemanfaatan kayu hutan atau HTI,” kata Gulat, Minggu (7/12).
Ia menegaskan bahwa tumpukan kayu gelondongan yang terbawa arus banjir justru menjadi bukti bahwa ada aktivitas penebangan yang tidak bisa dibebankan kepada petani sawit.
Gulat memaparkan, selama ini publik hanya diarahkan untuk menyalahkan pelaku perkebunan, sementara faktor-faktor lain seperti perizinan pemanfaatan kawasan hutan nyaris tak tersentuh.
Ia menilai aparat penegak hukum harus melakukan pemeriksaan menyeluruh, bukan hanya ke perusahaan atau pelaku usaha, tetapi juga kementerian teknis yang mengeluarkan izin pemanfaatan hutan.
“Jangan hanya perusahaan yang diperiksa, tapi juga Kementerian Kehutanan sebagai pemberi izin dan lalainya tugas utama kementerian teknis tersebut,” tegas Gulat.
Menurutnya, jika ingin menyelesaikan persoalan dari akar, maka seluruh rantai kebijakan harus dibuka, dipantau, dan diaudit secara objektif.
Seruan ini selaras dengan desakan banyak masyarakat yang mempertanyakan sumber-sumber kayu gelondongan yang berserakan di lokasi banjir. Publik meminta aparat mengusut dugaan praktik ilegal pemanfaatan kayu maupun alih fungsi kawasan hutan yang izinnya berasal dari Kemenhut.
Mereka menilai tidak adil jika yang dipersoalkan hanya sawit, sementara lembaga yang memberi izin penebangan justru tidak pernah masuk radar pemeriksaan.
Apkasindo juga meminta evaluasi total terhadap prosedur perizinan kawasan hutan, terutama pada area yang rawan bencana.
Gulat menyebut bahwa apa yang terjadi di Sumatra harus menjadi cermin tegas untuk masa mendatang agar kesalahan serupa tidak terulang.
“Kejadian banjir Sumatra ini harus menjadi pelajaran besar. Evaluasinya harus menyeluruh, bukan setengah-setengah,” ujarnya.
Para petani berharap narasi publik tidak lagi berat sebelah. Mereka merasa telah bertahun-tahun menjadi kambing hitam setiap kali bencana alam muncul, padahal kontribusi sawit terhadap perekonomian daerah dan nasional sangat besar.
Yang mereka inginkan sederhana: evaluasi yang adil, pemeriksaan yang menyeluruh, dan tidak lagi menimpakan kesalahan pada satu pihak tanpa bukti lengkap.
Dengan tekanan yang semakin kuat dari petani dan masyarakat, sorotan kini tertuju pada Kemenhut, apakah lembaga itu akan membuka semua izin yang telah diterbitkan dan siap diperiksa? Petani sawit menunggu langkah konkret, bukan sekadar retorika.







Komentar Via Facebook :