https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Petani Sawit di Tingkat Akar Rumput Mulai Marah dengan Kebijakan Pemerintah Terkait BPDPKS, Bahkan Ada yang Hendak ....

Petani Sawit di Tingkat Akar Rumput Mulai Marah dengan Kebijakan Pemerintah Terkait BPDPKS, Bahkan Ada yang Hendak ....

Petani sawit di tingkat akar rumout di Indonesia mulai gerah dan marah dengan rencana pemerintah yang akan menggunakan dana BPDPKS untuk komoditas lain. (Foto: ist)


Jakarta, elaeis.co - Para petani kelapa sawit, baik swadaya maupun plasma, mulai menunjuk sikap gerah dan marah terhadap rencana pemerintah yang ingin mengutak-atik dana kelapa sawit di BPDPKS untuk komoditas kelapa dan kakao.

Para petani kelapa sawit mengungkapkan sikap gerahnya dalam diskusi di grup WA Kantor Berita Elaeis, Kamis malam hingga Jumat pagi (11-12/7/2024).

Elaeis.co telah memberikan izin untuk mencuplik sejumlah isi diskusi tersebut untuk dituangkan dalam berita.

"Insya Allah jika pemerintah menyerahkan kakao dan kelapa (dengan menggunakan dana petani sawit yang ada di BPDPKS -red), saya akan tebang semua (tanaman sawit) milik saya," kata Taslim.

Dia merupakan seorang petani kelapa sawit swadaya dan tergabung dalam DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).

Taslim bertekad akan mengganti tanaman sawit miliknya dengan komoditas lain seperti jengkol, pinang, atau tanaman apa saja yang penjualannya tidak ditangani atau dicampuri oleh pemerintah.

Hendri Cen, petani sawit swadaya sekaligus Bendahara Umum DPP Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE), mengaku benar-benar heran dengan sikap dan kebijakan pemerintah terkait sawit.

"Kebijakan hukum kami selalu mendukung dan memuaskan petani di negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand," ujar pria yang berdomisili di Provinsi Riau ini.

"Semua kebijakan (pertanian, termasuk kelapa sawit -red) untuk meningkatkan harga jual dalam mata uang Ringgit Malaysia dan Thailand saja," ia kembali menyimak.

Ia lalu mencontohkan kebijakan pemerintah Indonesia yang menerapkan kebijakan pemenuhan pasar dalam negeri atau domestic market liability (DMO).

Kebijakan tersebut diterapkan sejak era pandemi Covid-19 tahun 2021 lalu dan berlangsung hingga saat ini, demi ketersediaan minyak goreng melalui program subsidi minyak goreng kemasan sederhana bermerek Minyakita.

Kata dia, kebijakan DMO tersebut membuat petani kelapa sawit di Malaysia memperoleh cuan atau keuntungan besar berkisar RM 3.500 sampai RM 4.000 per ton.

Selain itu, kata dia kembali mengenang, kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan seluruh produk turunannya di masa pandemi Covid-19 membuat petani sawit di Malaysia dan Thailand tiba-tiba menjadi kaya.

"Bayangkan, kebijakan larangan ekspor CPO dari Presiden Jokowi itu membuat harga tandan buah segar (TBS) produksi petani sawit di Malaysia dan Thailand menjadi Rp 4.000 hingga Rp 5.000 per kilogram (Kg)," ujarnya.

Besaran ekspor dari Presiden Jokowi tersebut membuat dunia lumpuh dan akhirnya hanya bisa mengandalkan kelapa sawit dari Thailand dan Malaysia yang menjadi mahal.

"Tetapi pada saat yang sama, harga TBS petani kelapa sawit di Indonesia justru anjlok hingga di bawah Rp 1.000 per Kg," ungkap Hendri Cen dengan nada kesal.

Syarifuddin Sirait, petani kelapa sawit dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) juga gerah dan enggan menyebutkan keberatan jika dana kelapa sawit di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ditujukan di luar kepentingan kelapa sawit.

Dia lalu menyindir pemerintah yang selalu memanfaatkan dana kelapa sawit tetapi tak pernah serius memperhatikan nasib petani kelapa sawit, termasuk yang terkait dengan pengadaan subsidi pupuk.

"Sudahlah kebijakan pupuk subsidi haram bagi petani sawit, eh malah hasil sawit kita peras lagi untuk segala macam subsidi di NKRI ini," kata Ketua DPD I Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspek-PIR) Indonesia cabang Sumut ini.

Syarifuddin kemudian mengajak para petani kelapa sawit untuk menyuarakan penolakan melalui surat kepada pemerintah agar BPDPKS tidak menugaskan mereka mengurus komoditas kakao dan kelapa.

"Saya tidak bermaksud mendiskreditkan petani kakao dan kelapa. Tetapi seharusnya pemerintah meminta restu terlebih dahulu kepada petani sawit jika ingin menggunakan dana sawit di BPDPKS," tuturnya lebih lanjut.

Ketua Koperasi Petani Kelapa Sawit (KPKS) Kesepakatan Ambar, Desa Gotting Sidodadi, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, ini mengatakan dana sawit di BPDPKS bukanlah uang APBN, bukan pula dari pajak. 

"Oleh karena itu, pemerintah tidak sembarangan mengalihkan dana sawit untuk kepentingan lain. Padahal pada saat yang sama, banyak petani sawit yang masih mengalami kesulitan," ujarnya.

"Coba lihat, banyak petani yang belum bisa ikut program PSR, enggak dapat program sarana dan prasarana (sarpras), susah dapat STDB dan ISPO, SDM petani masih rendah," imbuhnya.

Oleh karena itu, Sekretaris Umum DPP Aspek-PIR Indonesia mendesak pemerintah untuk melakukan perbaikan terlebih dahulu dari hulu ke hilir pada komoditas perkebunan kelapa sawit.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :