Berita / Nusantara /
Petani Plasma Terpaksa Rotasi Waktu Panen Sebulan Sekali
Kredit Foto: Syahrul/Elaeis
Pekabaru, elaeis.co - Dari sisi harga, petani plasma memang tidak terlalu terdampak dengan larangan ekspor bahan baku dan minyak goreng yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Sementara harga tandan buah segar (TBS) petani swadaya justru ambruk sampai Rp700/kg.
Kendati begitu, petani plasma tetep terdampak lantaran Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sudah kelimpungan akibat tangki penimbunan dan penyimpanan penuh dengan CPO. Akhirnya, penjualan buah hasil kebun melambat lantaran banyaknya antrian buah kelapa sawit yang hendak masuk ke PKS.
Untuk mensiasati itu, petani plasma pun memutar jadwal panen. Bahkan hingga dua kali lipat.
"Kalau saat ini kebanyakan 20 hari sekali. Malah ada juga yang 1 bulan sekali baru panen," ujar Ketum ASPEKPIR Indonesia, Setiyono saat berbincang bersama elaeis.co, Kamis (19/5).
Rotasi panen itu kata Setiyono tentu merugikan petani. Sebab buah kelapa sawit akan terlalu masak. Sehingga kualitasnya tidak maksimal.
"Ya, petani hanya terbantu dengan harga yang masih normal. Sebab Kita kan memang bermitra," imbuhnya.
Dari pengalamannya, kondisi ini sejatinya terjadi setiap tahun. Khususnya sebelum dan sesudah lebaran Idul Fitri. Namun justru diperkeruh dengan munculnya kebijakan pemerintah yang diberlakukan sejak 28 April 2022 kemarin.
"Pemerintah seharusnya cepat mencabut larangan itu. Sekarang secara resmi TBS sudah turun Rp1.000/kg," ujarnya.
Menurutnya jika kebijakan itu tetap dijalankan, maka kondisi ini akan semakin buruk. Saat tangki penimbunan CPO PKS sudah penuh, maka perusahaan tidak akan menerima atau membeli TBS dari petani. Otomatis petani akan kehilangan mata pencaharian.
Satgas Pangan yang awalnya dinilai memiliki potensi untuk mengurai buruknya kondisi tersebut saat ini justru dianggap tidak bertaji lagi. Malah hanya akan percuma jika turun ke lapangan.
"Sudah terlambat. Solusinya ya pasar harus dibuka," tuturnya.
Terlebih, saat ini pasar CPO justru diambil alih oleh Malaysia. Negara nomor dua terbesar pengekspor CPO itu mengambil kesempatan lantaran larangan ekspor dari presiden tadi.
"Pas nanti dibuka, Indonesia pasti akan kehilangan pasar. Malah kalau sampai para negara konsumen CPO itu sudah teken kontrak dengan Malaysia maka kondisinya akan semakin rumit," imbuhnya
Alhasil kata Setiyono Indonesia akan kembali berpatokan dengan harga CPO Malaysia lagi. Ia berharap kebijakan tersebut segera dihentikan agar petani tidak kembali menjadi korban.







Komentar Via Facebook :