https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

Petani: Kami Lanjut, atau Game Over?

Petani: Kami Lanjut, atau Game Over?

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung saat bersama petani di lokasi PSR. foto: ist


Jakarta, elaeis.co - Meski terus-terusan dihadang oleh tembok yang tinggi, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) tak pernah bersurut langkah. �

Ragam cara terus dilakukan oleh para punggawa asosiasi petani sawit terbesar di dunia ini untuk bisa keluar dari persoalan yang ada. Misalnya persoalan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Banyak petani kelapa sawit yang ketar-ketir �berhadapan dengan yang satu ini. Penyebabnya itu tadi, selain ulah keadaan, mereka juga dihadapkan pada aturan main yang kaku.�

Untuk memecah kekakuan inilah kemudian Apkasindo memutar otak dan kemudian menemukan pola baru bernama; ISPO absolute dan relative.�

ISPO relative ini digagas demi menyelamatkan petani sawit yang ada di kelompok Gold, Silver dan Iron tadi. Sementara ISPO absolute, itu sudah �jatahnya Korporasi.�

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung menyebut, lantaran ISPO relative, passing grade --- ambang batas nilai-- ISPOnya musti diturunkan.�

Gulat mengibaratkan begini; Satu instansi membutuhkan 100 orang pekerja, pelamar 500 orang. Lalu passing grade yang dibikin, skor minimumnya 1000 baru lulus.�

Lantaran skor minimum tinggi, instansi itu akan kesulitan memenuhi quota yang 100 tadi. Sebab hanya 10 orang yang memenuhi passing grade 1000 itu.�

Ini berarti hanya rangking 1-10 lah yang lulus. Terus ranking 11-100? Menghadapi kondisi semacam inilah makanya passing grade itu diturunkan. Biar yang ranking 1-100 tadi bisa masuk.�

Penurunan passing grade ini kata penyuka gulai telor ini bukan berarti menurunkan kualitas ISPO. Sebab ibarat persoalan di instansi tadi, yang rangking 11-100 masih bisa dimasukkan dalam �kelompok relative sustainable Gold, Silver dan Iron tadi, yang penting ISPO kan dulu.�

Sebab seiring waktu, kelompok relative ini akan meng-up grade diri. Katakanlah dari Gold ke �Platinum, dari Silver ke Gold dan seterusnya.�

Kalau dikaitkan dengan cluster yang dibikin tadi, kata Gulat, cluster Platinum adalah kelompok yang sudah lengkap semuanya, ya kayak yang 10 orang pelamar tadilah.�

Kalau yang relative sustainable Gold dan relative sustainable Silver, ini masih kekurangan beberapa syarat. Relative Sustainabel Iron juga begitu, kekurangannya tidak fatal.�

"Lantaran kekurangannya tidak fatal itulah makanya layak diusulkan dapat ISPO. Untuk melengkapi yang kurang tadi, semua stakeholder harus bahu membahu menolong, jangan malah persoalan itu 'diternakkan'," pinta Gulat.�

Lantas cara menolongnya seperti apa? "Permasalahan mereka selesaikan. Kementerian jangan malah buang badan. Kalau masalahnya ada di klaim kawasan hutan, lepaskan dia dari klaim kawasan hutan itu, terus yang belum punya STDB terbitkan STDBnya. Petani yang tak pandai mencatat kegiatan agronomisnya, ajari. Pokoknya apa yang kurang, beresi," ujar Gulat.�

Biar pertolongan itu muncul kata Gulat, bukan cuma petani yang mengupgrade diri, stakeholder yang bersentuhan dengan sertifikasi ISPO itu juga demikian.�

"Sebab untuk ini dibutuhkan stakeholder yang tidak kaku membuat dan menjalankan aturan. Kalau tetap kaku, pengelompokan ini enggak akan pernah berjalan. Jadi, kembalinya ya kepada niat" tegasnya.�

Gulat kemudian mengingatkan bahwa dampak kekakuan yang selama ini ada, sudah jelas kelihatan. Bahwa selama 9 tahun ISPO berjalan, hingga Maret 2020, baru 12.270 hektar (0,21%) kebun petani kelapa sawit yang mengantongi sertifikat ISPO.�

"Ini fakta lho, bukan hoaks. Kenapa hanya segitu? Lantaran selama ini tidak ada upaya menolong petani. Yang ada hanya menjalankan aturan yang kaku," katanya.�

Baca juga: Bro, Segini Jumlah Petani Penyintas dan Terpapar

Kalau kekakuan tadi masih tetap dipertahankan kata Gulat, sampai 5 tahun ke depan, petani yang bisa mengantongi sertifikat ISPO paling banyak hanya 512.270 hektar (7,53%).�

"Sebanyak 12.270 hektar sudah dapat ISPO, yang 500 ribu hektar menyusul. Yang 500 ribu ini adalah kebun yang layak dan sudah ikut program PSR. Semua persyaratan ISPO ada pada persyaratan PSR, tinggal pindah kamar saja dokumennya," ujarnya.

Sisanya? "Kita tengoklah nanti, ada enggak solusi dari Permentan dan Permen LHK yang akan segera keluar itu. Kalau tak ada, berarti kekakuan itu sudah mendarahdaging dan abadi," katanya.�

Perlu dicatat kata Gulat, bahwa semua negara di muka bumi ini pasti dan wajib memproteksi (menjaga dan melindungi) petaninya dengan berbagai cara dan strategi, sebab itulah fungsi bernegara.

Mempertahankan kekakuan kata Gulat, sama saja mengkhianati amanah UUD 1945. "Tujuan kita bernegara adalah untuk memakmurkan rakyat, bukan mem-phase out rakyat. Saya yakin, Presiden Jokowi tidak akan pernah mau mem-phase out-kan kami petani sawit. Kalau para pembantunya, ontahlah," sindirnya.


BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :