Berita / Kalimantan /
Petani Curhat ke Anggota Dewan, Biaya Replanting Tak Lagi Relevan
Reses Anggota DPRD Kalbar yang juga dihadiri oleh Anggota DPR RI di aula Kantor Dinas Perkebunan Kabupaten Landak. foto: ist.
Ngabang, elaeis.co - Para petani sawit peserta program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat (kalbar), mengeluh karena dana replanting sebesar Rp 30 juta per hektare sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Hal tersebut dilontarkan Ketua Koperasi Produsen Repo Barrage Maju, Adilim, saat reses anggota DPRD Kalibar Angeline Fremalco yang juga dihadiri oleh anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Cornelis, Bupati Landak 2017-2022 Karolin Margret Natasa, serta Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Landak Yulianus Edo, kemarin.
"Bibit sekarang tambah mahal, pupuk juga makin mahal, belum lagi keperluan lain-lain untuk sawit tersebut. Kalau kita hitung, saat ini Rp 30 juta sudah tidak cukup. Harusnya menurut hitungan kami, untuk saat ini biaya berkisar Rp 60 juta per hektare. Kami berharap aspirasi ini bisa disampaikan ke pemerintah melalui Ibu Angeline dan Pak Cornelis," katanya melalui keterangan resminya.
Ketua Koperasi Sinar Jampana, Herodias Ruslan, juga menyampaikan aspirasinya terkait sarana dan prasarana produksi, baik jalan dan jembatan maupun bibit dan pupuk yang dinilai sangat lambat prosesnya di pemerintah.
"Kami ini penerima pertama program PSR di Kabupaten Landak pada tahun 2019 dan saat ini sudah berjalan hampir empat tahun, namun belum juga mendapatkan bantuan sarana dan prasarana dari pemerintah," sebutnya.
Menurutnya, hasil panen kebun PSR gelombang pertama rata-rata sudah mencapai dua ton per bulan. Untuk menanggulangi keterbatasan sarana prasarana, selama ini mereka bergotong royong sesama anggota koperasi seadanya saja.
Menanggapi curhatan para pekebun, Cornelis yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, mengapresiasi kritik para petani sawit terhadap program PSR. Dia sepakat dana replanting sudah tidak sesuai mengingat harga bibit, pupuk, maupun hal lain tidak sesuai lagi saat ini.
"Usulan dari para petani akan saya sampaikan ke kementerian terkait, termasuk sarana dan prasarana produksi untuk kebun kelapa sawit," tuturnya.
Angeline Fremalco juga berjanji akan meminta Dinas Perkebunan dan Gubernur Kalbar agar menyampaikan keinginan petani sawit ke pemerintah pusat. "PSR ini memang butuh kerja sama semua pihak karena mengurusnya lintas sektor," katanya.
Karolin Margret Natasa menambahkan bahwa saat dirinya menjabat sebagai Bupati Landak, PSR menjadi salah satu program prioritas agar masyarakat Landak bisa mengolah kebun sawit secara berkelanjutan.
"Saat saya menjabat, program PSR ini kita perjuangkan bersama. Hasilnya ada 971 pekebun dengan luas lahan 2.540 hektare serta sebanyak 9 koperasi yang ikut PSR dan sekarang sudah panen," sebutnya.
Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Landak, Yulianus Edo, menambahkan bahwa Landak merupakan salah satu penghasil sawit terbesar di Kalbar sehingga program PSR sangat penting diperjuangkan untuk keberlangsungan industri sawit di daerah itu.
“Ada usulan PSR yang terhambat, salah satunya disebabkan status lahan. Pemerintah pusat juga sering melakukan perubahan peraturan sehingga para petani yang ingin mengurus usulan PSR jadi terhambat. Solusi atas hambatan inilah yang memang harus kita perjuangkan bersama dengan anggota DPR RI dan anggota DPRD Kalimantan Barat,” tukasnya.







Komentar Via Facebook :