Berita / Nasional /
Perusakan Kebun Sawit Bikin Investor Kabur dan Negara Tekor Rp174 T
Ekonom Universitas Indonesia, Eugenia Mardanugraha.(Ist)
Jakarta, elaeis.co - Ekonom mengungkap perusakan kebun sawit menyebabkan kerugian negara Rp174 triliun per tahun. Kondisi ini dinilai mengganggu iklim investasi dan bisa mengancam stabilitas ekonomi nasional.
Perusakan kebun sawit kini menjadi alarm keras bagi perekonomian Indonesia. Ekonom Universitas Indonesia, Eugenia Mardanugraha, mengungkapkan kerugian negara akibat kerusakan kebun sawit bisa menembus Rp174 triliun per tahun. Tak hanya merugikan secara finansial, kondisi ini juga berpotensi membuat investor asing berpikir ulang untuk menanamkan modal di sektor sawit.
Menurut perhitungannya, dari total 3,1 juta hektare lahan sawit yang diambil alih pemerintah, potensi produksi yang hilang mencapai 10,8 hingga 12,4 juta ton Crude Palm Oil (CPO) per tahun. Dengan harga rata-rata Rp12–14 juta per ton, kerugian ekonomi langsung bisa mencapai Rp130–174 triliun.
Angka ini bahkan belum termasuk dampak turunan seperti hilangnya devisa ekspor, berkurangnya penerimaan pajak, dan ancaman terhadap lapangan kerja jutaan orang yang menggantungkan hidup dari industri sawit.
“Kondisi ini jelas merusak iklim investasi dan menimbulkan ketidakpastian jangka panjang bagi industri sawit nasional,” ujar Eugenia, Senin (22/9).
Sawit selama ini dikenal sebagai penyumbang devisa nonmigas terbesar Indonesia. Namun, ketika keamanan lahan dan kepastian hukum lemah, investor bisa kehilangan kepercayaan. Eugenia menilai, bila pemerintah dianggap abai dalam mengelola aset strategis, persepsi risiko terhadap Indonesia akan meningkat.
Hal ini bisa berdampak pada menurunnya valuasi industri sawit, bahkan menahan arus investasi baru. Negara pesaing seperti Malaysia dan Thailand tentu bisa memanfaatkan celah ini untuk merebut pangsa pasar global yang sebelumnya dikuasai Indonesia.
Saat ini, sebagian lahan sitaan telah diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara. Namun, persoalan di lapangan tidak ringan. Mulai dari perusakan kebun oleh massa, lemahnya pengamanan, hingga minimnya teknologi pengawasan membuat aset bernilai ratusan triliun ini rawan terabaikan.
Eugenia menilai perlu langkah cepat: penguatan patroli terpadu, pemanfaatan drone dan CCTV, hingga melibatkan masyarakat lokal dalam menjaga lahan. Di sisi produksi, replanting dan perawatan intensif harus dipastikan agar pasokan tidak terganggu.
Perusakan kebun sawit bukan hanya memukul pendapatan negara. Penurunan pasokan CPO akan menekan bahan baku industri domestik. Dampaknya bisa langsung terasa di harga minyak goreng, margarin, hingga biodiesel. Kenaikan harga ini akan membebani masyarakat, sekaligus menekan daya saing industri dalam negeri.
Lebih jauh, program energi terbarukan seperti B35 dan B40 juga terancam jika suplai sawit tidak stabil. Artinya, Indonesia berisiko kembali meningkatkan ketergantungan pada energi fosil.
Eugenia menegaskan, pemerintah harus memberi sinyal kuat melalui regulasi tegas, mekanisme pengawasan ketat, dan dukungan penuh aparat keamanan. Insentif untuk investasi keamanan dan produktivitas juga penting agar lahan sawit bisa kembali menjadi mesin penggerak ekonomi.
Jika pembiaran terus terjadi, risiko terbesar bukan hanya hilangnya Rp174 triliun setiap tahun, tetapi juga kehilangan kepercayaan investor global. Sawit, yang selama ini disebut sebagai “emas hijau” Indonesia, bisa berubah menjadi sumber kerugian jika tidak dikelola dengan serius.







Komentar Via Facebook :