Berita / Sumatera /
Perusahaan yang Kerap Ribut dengan Masyarakat Harus Dievaluasi
Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Bengkulu, A Jakfar. foto: Sangun
Bengkulu, elaeis.co - Sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit berkonflik dengan warga setempat di Provinsi Bengkulu. Di penghujung 2022, warga Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko rebutan panen di lahan sengketa dengan PT Daria Dharma Pratama.
Kemarin, warga tiga desa Kabupaten Bengkulu Tengah menolak rencana perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Bio Nusantara Teknologi.
Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Bengkulu, A Jakfar, mengatakan, konflik dengan masyarakat akan terus terjadi selama perusahaan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.
"Tujuan dari pendirian perusahaan bukan untuk mencari profit semata, tetapi juga harus menyejahterakan masyarakat sekitar. Kalau masyarakat sekitar tidak diperhatikan, pasti akan timbul gejolak, kehadiran perusahaan akan ditolak," kata Jakfar, kemarin.
Ia mengaku, masyarakat sekitar area perusahaan perkebunan kelapa sawit biasanya tidak pernah menuntut harus diberikan bantuan sembako dan sebagainya. "Mereka hanya meminta haknya. Yakni perusahaan perkebunan membangun kebun plasma minimal 20 persen dari total areal perkebunan yang dikelola dalam jangka waktu 2 tahun sejak izin keluar," sebutnya.
Menurutnya, konflik yang terjadi di Bengkulu rata-rata adalah permasalahan kebun plasma untuk masyarakat. "Kalau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian, jika selama tiga tahun tidak merealisasikan plasma, perizinan perusahaan akan dicabut," tegasnya.
"Harusnya perusahaan memahami aturan yang telah ditetapkan. Kalau itu benar-benar dijalankan, pasti tidak akan ada konflik antara perusahaan dan masyarakat," tambahnya.
Menurutnya, hingga saat ini masih banyak perusahaan kelapa sawit di Bengkulu belum membangun kebun plasma untuk masyarakat. Bahkan banyak pabrik kelapa sawit beroperasi tapi tidak memiliki kebun sama sekali.
"Yang seperti ini harus dievaluasi. Karena dalam aturan, perusahaan itu boleh melakukan kegiatan usaha pengolahan kelapa sawit selama memiliki kebun," tutupnya.







Komentar Via Facebook :