Berita / Kalimantan /
Perusahaan Serobot Lahan, Modalnya Sertifikat Tanah dari Kabupaten Tetangga
RDP membahas sengketa lahan plasma di wilayah perbatasan Kabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Paser Utara. foto: Humas DPRD Paser
Tana Paser, elaeis.co - Komisi I DPRD Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait sengketa lahan plasma di wilayah perbatasan Kabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Rapat dipimpin Ketua Komisi I, H Hendrawan Putra, dan dihadiri OPD terkait, Camat Long Kali, Kapolsek dan Danramil Long Kali, Kades Bente Tualan, Direksi PT Gawi Makmur Kalimantan (GMK), serta Koperasi Plasma Mitra Bersama Babulu.
RDP ini digelar sebagai tindak lanjut terhadap surat pihak Dudin Cs perihal permohonan mediasi sengketa lahan masyarakat Desa Bente Tualan, Kecamatan Longkali. Konflik terjadi karena tindakan penyerobotan lahan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT GMK.
Dalam aduannya, masyarakat meminta agar pihak perusahaan dan koperasi memberi ganti rugi atas lahan yang diserobot tersebut. Namun pihak perusahaan dan koperasi merasa tak perlu melakukan pembayaran lantaran telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan PPU.
Agar status tanah yang disengketakan jelas, masyarakat Desa Bente Tualan meminta kepada Pemkab Paser agar segera menetapkan batas wilayah dengan PPU. Permasalahan tersebut bisa terselesaikan jika posisi lahan ditetapkan apakah masuk wilayah Paser atau PPU.
Hendrawan mengatakan, sengketa yang terjadi antara masyarakat Desa Bente Tualan dengan PT GMK sudah terjadi sejak tahun 2012 silam.
"Titik permasalahan karena terbitnya Hak Guna Usaha (HGU) yang berada di Babulu dengan menggunakan SHM yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan PPU, sementara objek lahan berada di wilayah Kabupaten Paser," jelasnya melalui keterangan resmi Humas DPRD Paser.
Untuk menyelesaikan masalah ini, sudah dilakukan upaya mediasi sebanyak 11 kali. Namun sampai sekarang belum ada hasil sehingga Pemerintah Kabupaten Paser menerbitkan telaah staf untuk melakukan penyelesaian permasalahan tersebut melalui pengadilan.
"Sudah ada telaah staf dari Pemkab Paser dalam hal ini Bupati Paser. Jika permasalahan ini tidak bisa diselesaikan melalui jalur musyawarah, maka dilakukan penyelesaian melalui pengadilan," ungkapnya.
Cara penyelesaian itu tampaknya tidak dipermasalahkan oleh pihak perusahaan sehingga Hendrawan menegaskan bahwa jika dilakukan upaya penyelesaian melalui jalur pengadilan, maka lahan menjadi status quo. Artinya kedua belah pihak tidak diperbolehkan melakukan aktivitas di lahan bersengketa tersebut.
"Apapun keputusannya kami tetap kembalikan kepada kedua belah pihak yang bersengketa. Namun perlu diingat bahwa, jika melalui jalur pengadilan, lahan yang disengketakan ini menjadi berstatus quo," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :