Berita / Kalimantan /
Perusahaan Sawit Dilatih Menghitung Emisi Karbon di Wilayah Kerjanya
Pabrik CPO di tengah perkebunan kelapa sawit (ilustrasi). Foto: goodnewsfromindonesia.id
Pontianak, elaeis.co – Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024 mengamanatkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menyusun Pedoman Penghitungan dan Inventarisasi Simpanan Karbon dan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Subsektor Perkebunan Kelapa Sawit. Dokumen tersebut digunakan untuk menginventarisasi, mengukur, menentukan mekanisme pelaporan, dan verifikasi terkait sumber emisi dari subsektor perkebunan kelapa sawit.
Dokumen dimaksud telah disusun oleh Center for Climate Risk and Opportunity Management Institut Pertanian Bogor (CCROM-IPB) dan difinalisasi bersama KLHK dan Solidaridad Indonesia.
Sebagai tindak lanjutnya, Solidaridad Indonesia bersama KLHK menyelenggarakan pelatihan pengisian formula penghitungan emisi yang diikuti perusahaan sawit dari 11 kabupaten lokasi kerja Solidaridad di Provinsi Kalimantan Barat.
Kasubdit Verifikasi Pengurangan GRK KLHK, Hari Wibowo, mengatakan, penghitungan emisi bertujuan untuk mengetahui kontribusi dari aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit terhadap penurunan emisi karbon. Dari hasil penghitungan simpanan karbon yang dilakukan oleh perusahaan di area kerja masing-masing, maka akan diperoleh gambaran sejauh mana serapan karbon yang sudah berhasil dilakukan.
“Masing-masing sektor, diantaranya pertanian, sudah ditetapkan target penurunan emisinya. Dengan penghitungan ini nantinya kelihatan bagaimana kontribusi sawit untuk mencapai target yang sudah ditetapkan,” jelasnya dalam keterangan resmi baru-baru ini.
Head Of Programme Development Solidaridad Indonesia, Edi Dwi Hartono, menambahkan, komoditas sawit sangat penting bagi Indonesia dan di saat yang sama tekanan dari pasar global terhadap industri sawit tak bisa dielakkan.
“Oleh karena itu kami ingin memastikan produk sawit bisa memenuhi standar pasar dunia sehingga kesejahteraan masyarakat bisa tercapai. Kalau dilarang, repot juga karena membuat industri terhambat. Dan ketika sawit tidak bisa dijual, petani pun teriak,” tukasnya.
“Jadi kita ingin memastikan sawit berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon. Kita tidak hanya bicara peningkatan kapasitas, tapi bagaimana memastikan praktiknya berjalan sehingga produk yang dihasilkan terjamin ramah lingkungan,” tambahnya.
Peneliti senior di Centre for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific (CCROM-SEAP), Prof Rizaldi Boer, mengatakan, pada pelatihan tersebut diperkenalkan metodologi perhitungan emisi dan serapan gas rumah kaca dari industri sawit sesuai dengan yang diamanatkan inpres.
“Industri sawit banyak emisinya, baik dari lahan maupun non lahan. Proses pembukaan kebun, juga pada waktu budidaya, semua menghasilkan emisi. Bahkan saat sawit diproses menjadi CPO, ada lagi emisi yang terjadi. Bagaimana cara menghitung emisinya, tekniknya disampaikan pada pelatihan ini,” sebutnya.







Komentar Via Facebook :