https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Perusahaan Sawit di Sumsel Diultimatum Antisipasi Karhutla

Perusahaan Sawit di Sumsel Diultimatum Antisipasi Karhutla

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq. foto: ist.


Palembang, elaeis.co - Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, menghadiri Konsolidasi Kesiapsiagaan Personil dan Peralatan Pengendalian Kebakaran Lahan di Sumsel 2025 yang digelar di Palembang.

Pada kesempatan itu dia menegaskan perlunya langkah konkret perusahaan perkebunan sawit dalam mencegah dan menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Berdasarkan data satelit, kejadian karhutla di Sumsel hingga kini hanya tercatat seluas lima hektare. Namun, potensi risiko bisa menjadi lebih besar jika tidak diantisipasi dengan baik.

“Tidak boleh berandai-andai bahwa hujan akan terus turun. Perusahaan harus mematuhi mandat UU No. 32 Tahun 2009 dan peraturan menteri terkait. Saya telah menyurati gubernur untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kesiapan SDM, peralatan, dan pendanaan di setiap perusahaan sawit,” katanya dalam pernyataannya dikutip Ahad (25/5).

Dari data Kementrian LH, di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) terdapat 400 perusahaan perkebunan sawit, 277 diantaranya berada di Sumsel. Seluruh perusahaan ini diwajibkan memiliki kesiapan penuh menghadapi ancaman karhutla.

Dia menegaskan bahwa perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya terkait karhutla akan diberikan sanksi tegas. "Jika dalam waktu dua minggu perusahaan tidak melaporkan kesiapan penanganan karhutla, baik dari sisi SDM, peralatan, maupun pendanaan, akan diterapkan sanksi administratif paksaan pemerintah sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009," tegasnya.

“Gubernur, dengan bantuan para bupati/walikota, bertugas mengevaluasi dan memberikan sanksi. Jika gubernur tidak menjalankan, pemerintah pusat akan turun tangan untuk memastikan sanksi tersebut dilaksanakan,” tambahnya.

Kementerian LH juga mencatat keberhasilan upaya pemerintah dalam menurunkan angka kebakaran hutan secara signifikan. Dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencatatkan kebakaran hingga 100 juta hektare, pada tahun 2024 hanya terjadi karhutla seluas 1.000–3.000 hektare.

“Sumsel dan Jambi telah menjadi contoh keberhasilan menekan titik api. Pengalaman ini perlu ditingkatkan untuk memastikan kejadian serupa dapat diminimalkan di daerah lain,” katanya.

Meski Sumsel mencatatkan kebakaran lahan yang relatif kecil, Hanif mengingatkan bahwa wilayah lain seperti Kalimantan Barat (400 hektare) dan Riau (600 hektare) masih menjadi perhatian utama. Upaya pengawasan ketat akan terus dilakukan untuk memastikan kesiapan seluruh perusahaan konsesi dalam mencegah karhutla.

“Ini adalah tanggung jawab kita bersama, tidak hanya pemerintah tetapi juga pihak swasta. Kepatuhan pada regulasi bukan hanya soal sanksi, tetapi juga untuk melindungi masyarakat dan ekosistem kita,” tukasnya.

Dia mengingatkan Indonesia saat ini menjadi negara dengan peringkat kedua dalam kontribusi kabut asap global, sebagian besar disebabkan oleh karhutla. Hal ini berpengaruh besar terhadap emisi gas rumah kaca dan kredibilitas Indonesia dalam komitmen penurunan emisi global.

"Jangan sampai negara dirugikan karena kelalaian para pemegang izin perkebunan sawit. Jika perlu, kami ajukan sanksi pidana satu tahun penjara bagi yang tidak patuh," tandasnya.

Kementerian LH telah mengirimkan surat kepada para pemegang izin konsesi di wilayah Sumatera Bagian Selatan (sumbagsel), termasuk Sumsel, untuk melaporkan kesiapan penanggulangan karhutla. Evaluasi lapangan juga akan dilakukan dengan dukungan dari pemerintah provinsi dan kabupaten.

Area konsesi di Sumbagsel mencapai sekitar 5 juta hektar dari total 20 juta hektar luas wilayah. "Dengan 25 persen wilayah dipegang oleh konsesi, maka tanggung jawabnya juga besar. Ini bukan hanya soal bisnis, tapi menyangkut kesehatan masyarakat dan keutuhan lingkungan hidup kita," tegasnya.

Gubernur Sumsel, Herman Deru mengatakan, angka karhutla setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan berkat kesadaran masyarakat yang terus membaik. "Dari sebelumnya 'dipaksa' oleh berbagai aturan dan penegakkan hukum, kini masyarakat sudah mulai sadar akan bahaya karhutla. Makin sedikit yang melakukan pembebasan lahan dengan cara dibakar," sebutnya.

Menurutnya, kesadaran ini muncul setelah masyarakat difasilitasi melakukan pembukaan lahan dengan cara yang baik dan benar, salah satunya dengan memberikan bantuan peralatan. "Seperti bantuan alat berat yang akan digunakan untuk land clearing," ungkapnya. 

Wakil Ketua II Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Susanto menjelaskan, ancaman karhutla masih nyata meskipun berbagai upaya pencegahan telah dilakukan. Ia menyoroti pentingnya kolaborasi semua pihak untuk memastikan efektivitas program pencegahan dan mitigasi, terutama dalam menghadapi tren peningkatan kebakaran dalam dua dekade terakhir.

“Kejadian karhutla ini masih tinggi meskipun kita telah melakukan berbagai upaya pencegahan,” ujarnya.

GAPKI turut mendorong berbagai inisiatif, mulai dari penyebaran surat edaran kewaspadaan, pedoman teknis pencegahan, hingga peningkatan kapasitas masyarakat melalui sosialisasi rutin. "Modifikasi cuaca bukan solusi tunggal. Persiapan sumber daya dan pelatihan keterampilan anggota di lapangan harus terus dilakukan,” katanya.

Ia menambahkan, GAPKI telah melatih 13 angkatan anggota dalam penanganan karhutla dan memperkuat sarana sosialisasi untuk merespons potensi gangguan dari berbagai pihak. “Kami ikut dalam pengawasan komunitas melalui pemanfaatan CCTV, serta melakukan sosialisasi di daerah seperti Lampung dan Jambi. Pelatihan kesiapsiagaan menjadi kunci dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan,” pungkasnya.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :