Berita / Nasional /
Perusahaan Sawit Bandel Tak Kasih Plasma 20%, DPR: Cabut HGU-nya Sekarang
Anggota Komisi II DPR RI, Indrajaya.
Jakarta, elaeis.co - DPR RI mendesak pemerintah bertindak tegas terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak memenuhi kewajiban menyediakan lahan plasma minimal 20 persen bagi masyarakat.
Anggota Komisi II DPR RI, Indrajaya, menilai langkah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mencabut Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan sawit yang bandel sudah tepat dan harus segera dieksekusi.
Indrajaya menegaskan, aturan kewajiban plasma 20% bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari upaya pemerataan kesejahteraan dan peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan perkebunan sawit. Karena itu, perusahaan yang tidak mematuhi wajib ditindak.
“Langkah Kementerian ATR/BPN patut diapresiasi karena bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan lahan plasma. Namun perlu ada kejelasan mekanisme pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan yang tidak patuh,” ujar politisi PKB itu, Senin (3/11).
Indrajaya menilai pencabutan HGU merupakan langkah korektif yang adil. Ia menyebut, aturan sudah jelas yakni perusahaan perkebunan kelapa sawit wajib menyediakan 20% plasma dari total luas HGU yang dimiliki. Jika bertahun-tahun masih membandel, negara punya hak mengambil tindakan tegas.
“Perusahaan harus paham bahwa kebijakan ini bukan untuk mempersulit, tetapi untuk memberi keadilan bagi masyarakat setempat. Kalau tetap melanggar, cabut HGU-nya,” tegasnya.
Menurutnya, tindakan tegas ini juga dapat memberi efek jera bagi perusahaan lain agar lebih patuh dan terbuka dalam menjalankan kemitraan dengan petani plasma.
Meski dukung penegakan hukum, Indrajaya mengingatkan pemerintah tetap perlu menjaga keseimbangan iklim usaha. Ia mendorong agar perusahaan yang sudah patuh diberi insentif dan apresiasi.
“Pemerintah dapat memberikan insentif bagi perusahaan yang sudah menjalankan kewajiban, sekaligus memperkuat dukungan bagi petani plasma agar mereka mampu mengelola lahan secara produktif dan berkelanjutan,” tambahnya.
Indrajaya menekankan, pengawasan implementasi aturan plasma 20% tidak boleh hanya berhenti di atas kertas. ATR/BPN bersama pemerintah daerah diminta rutin memantau dan mempublikasikan progres pelaksanaan plasma di lapangan.
“Harus ada ukuran dan laporan perkembangan yang jelas, agar kebijakan ini berjalan efektif dan manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujarnya.
Jika berjalan optimal, kebijakan plasma 20% dinilai mampu menekan kesenjangan ekonomi, memperkuat tanggung jawab sosial perusahan (CSR), dan meningkatkan kontribusi sektor sawit terhadap ekonomi lokal.
“Kita ingin memastikan kebijakan ini tidak hanya tegas di regulasi, tetapi nyata dalam pelaksanaan dan manfaatnya bagi masyarakat,” tutup Indrajaya.







Komentar Via Facebook :