Berita / Nasional /
Perusahaan Sawit Bakal Wajib Gabung GAPKI, Syarat Raih Proper Hijau
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq memberikan keterangan pers. Foto : Ist.
Jakarta, elaeis.co - Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq berencana mewajibkan semua perusahan sawit di Indonesia menjadi anggota Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Bahkan ini akan menjadi salah satu syarat bagi perusahaan sawit yang ingin mendapat penghargaan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (Proper) Hijau.
Langkah ini dimaksudkan karena pemerintah ingin memastikan seluruh pelaku industri sawit tunduk pada standar operasional berkelanjutan. Kementerian LH akan berupaya memastikan pelaku industri sawit tunduk pada standar operasional yang tinggi, transparan, dan sejalan dengan praktik-praktik berkelanjutan.
Hanif mengaku telah melihat kepatuhan tersebut pada anggota GAPKI, sehingga besar kemungkinan perusahaan meraih apresiasi dari pemerintah. Dengan bergabungnya seluruh pengusaha sawit di Indonesia menjadi anggota GAPKI, maka upaya penegakan standar keberlanjutan melalui instrumen Proper akan lebih terstruktur dan masif.
“Karena alasan inilah, ke depan kami akan dorong agar tiap perusahaan sawit wajib jadi anggota GAPKI," kata Hanif dalam keterangan yang dikutip Rabu (21/5).
"Untuk bisa mendapatkan Proper Hijau, salah satu syaratnya yang harus dipenuhi perusahaan sawit tergabung dalam GAPKI. Ini penting untuk memastikan seluruh pelaku industri (sawit) tunduk pada standar operasional yang tinggi, transparan, dan berkelanjutan,” tambahnya.
Rencana ini mencuat setelah Menteri LH meninjau perusahaan-perusahaan yang menjadi anggota GAPKI dalam menghadapi musim kemarau serta mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Dalam dua pekan terakhir, dia gencar turun ke lapangan untuk memastikan sarana dan prasarana perusahaan serta menyaksikan kemitraan antara GAPKI dengan pemerintah daerah (pemda) serta pemangku kepentingan lainnya menghasilkan kerja nyata.
Dia berharap kolaborasi itu dapat terus diperkuat, terlebih di provinsi dengan tingkat kerawanan tinggi, seperti Riau dan Kalimantan Barat. Kesiapan di tingkat daerah sangat menentukan keberhasilan upaya pencegahan karhutla secara nasional, mengingat kondisi geografis dan sebaran lahan yang begitu luas.
“Karenanya, menjadi penting untuk merekatkan hubungan yang sangat dinamis terutama dengan GAPKI dan seluruh stakeholder terkait,” tukasnya.
Sementara itu, Sekjen GAPKI M Hadi Sugeng menyatakan, seluruh perusahaan anggota berkomitmen untuk menjalankan langkah-langkah konkret dalam menghadapi musim kemarau dan mitigasi karhutla, termasuk di wilayah Kalimantan Barat. Sebanyak 752 perusahaan yang menjadi anggota GAPKI telah diwajibkan untuk mematuhi regulasi yang berlaku dan memastikan seluruh sumber daya, personel, dan peralatan selalu kondisi siap siaga.
GAPKI juga melibatkan masyarakat sekitar dalam upaya pencegahan karhutla, karena pelaku usaha percaya pengelolaan risiko kebakaran tidak bisa dilakukan sendiri. Pencegahan karhutla lainnya yakni dengan melakukan modifikasi cuaca serta memetakan area rawan titik api dan memastikan tersedianya sumber air di area tersebut.
“Kepatuhan terhadap prinsip keberlanjutan (sustainability) menjadi komitmen jangka panjang GAPKI, yang tidak hanya berorientasi pada produksi, tetapi juga perlindungan lingkungan dan sosial di sekitar area operasional,” tegas Hadi.
Kementerian LH baru saja meninjau kesiapan perusahaan anggota GAPKI di Kalimantan Barat dalam menghadapi risiko karhutla. Kendati dijuluki provinsi Seribu Sungai, Kalimantan Barat merupakan wilayah dengan jumlah titik panas (fire spot) terbanyak di Indonesia, yakni 57 titik.
Sekretaris Daerah Kalimantan Barat Harrison menyampaikan, Kalimantan Barat memiliki total luas perkebunan 14,7 juta hektare (ha) dengan luas kawasan hutan 8,32 juta ha serta memiliki ekosistem gambut terbesar keempat di Indonesia setelah Papua, Riau, dan Kalimantan Tengah sekitar 2,67 juta ha.
Dengan karakteristik wilayah seperti itu, Kalimantan Barat memang masuk dalam kategori rawan karhutla. “Kami tidak bisa bekerja sendiri. Karena itu, kami dorong keterlibatan aktif dari stakeholder dan juga masyarakat melalui kelompok seperti Desa Mandiri Peduli Gambut, Masyarakat Peduli Api, hingga Kelompok Tani Peduli Api,” ujar Harrison.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat juga telah melakukan berbagai langkah antisipasi seperti modifikasi cuaca dan memperkuat kerja sama lintas sektor, termasuk dengan TNI/Polri, BPBD, BMKG, dan pelaku usaha.







Komentar Via Facebook :