Berita / Nusantara /
Persoalan Migor Masih Bikin Pusing, KPPU Benahi Persaingan Industri Sawit
Ilustrasi-Reuters
Jakarta, elaeis.co - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menempuh dua pendekatan bagi pembenahan persaingan usaha di industri kelapa sawit.
Pendekatan tersebut dilakukan melalui upaya penegakan hukum untuk memberikan efek jera atas pelaku usaha yang melakukan pelanggaran undang-undang, serta upaya pemberian saran dan pertimbangan bagi kebijakan pemerintah untuk menjamin adanya persaingan usaha yang sehat di industri tersebut.
Direktur Investigasi KPPU, Goppera Panggabean mengatakan, kedua tindakan tersebut ditempuh KPPU menyikapi persoalan tingginya harga dan kelangkaan minyak goreng sejak awal 2022.
Goppera menambahkan, KPPU telah mulai melakukan proses penegakan hukum sejak 26 Januari 2022 guna menemukan alat bukti adanya dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Dalam proses pra penyelidikan, kata
Goppera, tim Investigasi telah menemukan satu alat bukti dan meningkatkan status penegakan pada tahapan penyelidikan.
Khususnya atas dugaan pelanggaran pasal 5 (penetapan harga), pasal 11 (kartel), dan pasal 19 huruf “c” (penguasaan pasar melalui pembatasan peredaran barang/jasa).
"Kegiatan penyelidikan akan
memperkuat alat bukti yang ada dan menemukan satu alat bukti tambahan sebelum diputuskan cukup bukti untuk dibawa ke tahapan Pemeriksaan oleh Sidang Majelis Komisi," kata Goppera dalam siaran pers KPPU, Rabu (30/3).
Selain penegakan hukum, lanjutnya, KPPU juga melakukan upaya pembenahan melalui pemberian saran dan pertimbangan kepada Presiden RI pada tanggal 14 Maret 2022 dengan Nomor Surat 43/K/S/III/2022 terkait kebijakan industri minyak goreng.
"Dalam surat kepada Presiden tersebut, KPPU mengangkat rekomendasi jangka pendek dan jangka menengah atau panjang bagi pembenahan persaingan usaha di industri kelapa sawit," kata dia.
Pada jangka pendek, KPPU merekomendasikan pemerintah perlu memperkuat pengendalian terhadap stok CPO sebagai tindak lanjut kebijakan Domestic Market Obligation-Domestic Price Obligation (DMO-DPO).
Jangka pendek ini kata Goppera dapat ditempuh dengan mempertimbangkan beberapa langkah alternatif, yaitu pemerintah perlu memastikan keberadaan stok CPO dari tingkat perkebunan kelapa sawit ke industri pengolahan CPO sampai dengan industri pengguna CPO.
Terus, kata Goppera, pemerintah juga perlu memastikan keberadaan stok minyak goreng dari level produsen hingga distributor, agen, dan pedagang eceran (retail).
"Lalu, pemerintah perlu menjadikan informasi dari proses pelacakan tersebut sebagai informasi pasar yang terbuka dan memuat cadangan dan stok CPO di tingkat pelaku usaha perkebunan sawit bagi pelaku usaha yang membutuhkan CPO untuk proses produksi, terutama untuk minyak goreng. Informasi yang sama juga berlaku untuk cadangan dan stok minyak goreng dari produsen sampai distributor dan pedagang eceran," jelasnya.
Pemerintah juga perlu mendorong pelaku usaha minyak goreng untuk memaksimalkan kapasitas produksinya dan memastikan bahwa minyak goreng tersebut sampai ke tingkat pengecer (retailer).
"Pemerintah juga perlu secara transparan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang mengikuti kebijakan DMO-DPO secara konsisten dan memberikan sanksi bagi pelaku usaha yang tidak memenuhi produksi dan distribusi sebagaimana diatur dalam kebijakan DMO-DPO," kata dia.
Saran dan pertimbangan tersebut disampaikan KPPU sebelum terjadi perubahan kebijakan terakhir oleh pemerintah, khususnya terkait DMO dan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan.
"Dari perubahan kebijakan terakhir, beberapa poin saran KPPU telah terakomodasi. Terutama mengenai perlunya pelacakan dan pengecekan stok di tingkat produsen dan distributor melalui sistem informasi pasar yang terbuka," kata dia.
Dalam praktiknya, pengawasan ini dikembangkan pemerintah melalui sistem teknologi digital Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH). Untuk pembenahan jangka menengah dan panjang perlu segera dilakukan dengan menyediakan insentif untuk mendorong hadirnya produsen baru minyak goreng skala kecil dan menengah (UKM) yang mendekati lokasi perkebunan sawit.
Goppera bilang, upaya ink terutama perlu dilakukan di daerah dimana tidak terdapat produsen minyak goreng untuk memastikan ketersediaan pasokan di daerah tersebut.
"Langkah selanjutnya, pemerintah perlu mendorong pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dan pelaku usaha minyak goreng yang terintegrasi agar bermitra dengan pelaku usaha UMK dalam mengalokasikan CPO yang dihasilkan untuk keperluan bahan baku produsen minyak goreng skala UMK. Hal ini penting, untuk menjamin ketersediaan pasokan bagi pelaku usaha UMK yang memproduksi minyak goreng," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :