Berita / Nasional /
Perkuat Tata Kelola Sawit Berkelanjutan, BSN Susun Aturan Sanksi Administratif ISPO
Rapat pembahasan Rancangan Peraturan BSN (RPBSN) mengenai Sanksi Administratif bagi Lembaga Sertifikasi ISPO. foto: BSN
Jakarta, elaeis.co - Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) pada 19 Maret 2025. Dalam Perpres tersebut, Badan Standardisasi Nasional (BSN) diberikan mandat untuk menyusun ketentuan lebih lanjut terkait tata cara pengenaan sanksi administratif melalui Peraturan BSN.
Menindaklanjuti kebijakan tersebut, BSN menggelar Rapat Pembahasan Rancangan Peraturan BSN (RPBSN) mengenai Sanksi Administratif bagi Lembaga Sertifikasi ISPO (LS ISPO), yang diselenggarakan di Jakarta pada Kamis (8/5). Rapat ini dipimpin oleh Deputi Bidang Akreditasi BSN, Wahyu Purbowasito, didampingi Direktur Akreditasi Lembaga Inspeksi dan Lembaga Sertitifkasi, Fajarina Budiantari serta turut dihadiri Direktur Industri Kemurgi, Oleokimia, dan Pakan Kementerian Perindustrian, Lila Harsyah Bakhtiar, perwakilan Kementerian Pertanian, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Wahyu menjelaskan bahwa BSN disebutkan secara eksplisit dalam Pasal 11 dan 15 Perpres No. 16 Tahun 2025. Pasal 11 mengatur kewajiban LS ISPO untuk melaporkan penerbitan sertifikat ISPO serta pelaku usaha yang tengah melakukan perbaikan pemenuhan prinsip dan kriteria ISPO kepada Komite ISPO melalui sekretariat ISPO dan Komite Akreditasi Nasional (KAN). Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, KAN berwenang menjatuhkan sanksi administratif.
Sebagai informasi, seluruh lembaga sertifikasi ISPO diwajibkan memiliki akreditasi dari KAN sesuai peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian.
“Sanksi administratif tersebut dapat berupa teguran tertulis, pembekuan sertifikat akreditasi, hingga pencabutan sertifikat akreditasi sebagai LS ISPO,” jelas Wahyu dalam keterangan tertulis Humas BSN.
Lebih lanjut, Wahyu menambahkan bahwa ketentuan teknis mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi ISPO diatur oleh Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri ESDM sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Perpres tersebut.
Perpres No. 16 Tahun 2025 juga memperluas cakupan kewajiban sertifikasi ISPO, tidak hanya untuk usaha perkebunan kelapa sawit, tetapi juga industri hilir dan usaha bioenergi berbasis kelapa sawit. Hal ini menandai langkah penting dalam memperkuat keberlanjutan industri sawit Indonesia dari hulu hingga hilir.
"Penyusunan aturan lanjutan ini diharapkan dapat memperkokoh tata kelola industri sawit nasional secara menyeluruh, sejalan dengan komitmen Indonesia dalam pembangunan berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim," tutupnya.







Komentar Via Facebook :