Berita / Kalimantan /
Perkebunan Sawit dan Tambang Batu Bara Ikut Bantu Turunkan Emisi Karbon
Wagub Kaltim, Hadi Mulyadi, mengikuti FGD dengan tema Optimalisasi Carbon Offset Indonesia Menuju Ekonomi Hijau yang dilaksanakan oleh Lemhannas secara daring. Foto: Yuvita Indrasari/Adpimprov Kaltim
Samarinda, elaeis.co - Wakil Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) H Hadi Mulyadi mengatakan, Kaltim sampai saat ini terus mengeksplorasi batu bara dan perkebunan kepala sawit. Diakuinya, kedua industri besar tersebut sangat riskan menyebabkan deforestasi dan degradasi lingkungan.
“Tapi alhamdulillah, berkat komitmen dan kerja keras dalam menjaga dan melaksanakan rangkaian perbaikan, Kaltim bisa menjaga lingkungan," katanya melalui keterangan resmi Diskominfo Kaltim.
"Terbukti, di dalam hal penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) maupun emisi karbon, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, Kaltim merupakan satu-satunya provinsi yang dipercaya mendapatkan dana kompensasi emisi karbon dari Bank Dunia (World Bank). Pembayaran sudah ditetapkan kurang lebih US$ 110 juta secara bertahap mulai tahun 2023-2025, pencairan pertama di awal tahun 2023 sebesar US$ 20,9 juta. Keberhasilan tersebut tentu bukan kerja sendiri, tetapi dari berbagai pihak,” tambahnya.
Untuk penurunan emisi, lanjutnya, Provinsi Kaltim telah berhasil menurunkan emisi sebesar 25 persen dari deforestasi dan degradasi lahan lewat berbagai komponen kegiatan. Yang pertama tata kelola hutan dan lahan, yaitu peningkatan tata kelola perizinan, penyelesaian konflik penguasaan tanah, pengakuan masyarakat adat, dan penguatan perencanaan desa.
“Komponen kedua, meningkatkan pengawasan dan administrasi hutan melalui penguatan kapasitas kesatuan pengelolaan hutan dan penguatan kapasitas sektor perkebunan di provinsi dan daerah,” ujarnya.
Komponen ketiga, terang Hadi, yakni mengurangi deforestasi dan degradasi hutan di area berlisensi melalui pelaksanaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dan pengelolaan kawasan bernilai konservasi tinggi, dukungan untuk petani serta sistem pemantauan dan manajemen kebakaran berbasis masyarakat, serta implementasi kebijakan pengelolaan hutan produksi berkelanjutan.
“Komponen keempat yang kita lakukan adalah alternatif berkelanjutan untuk masyarakat dengan pengembangan mata pencaharian alternatif dan kemitraan konservasi serta perhutanan sosial,” urainya.
Mantan legislator itu menambahkan, apa yang akan diberikan Bank Dunia sebenarnya bukan hal yang baru karena sudah dilakukan sejak tahun 2013-2015. Saat itu Gubernur Awang Faroek Ishak telah merencanakan melalui pendekatan desain yurisdiksi REDD+Indonesia, kemudian komitmen transformasi ekonomi Kaltim.
“Kemudian pada tahun 2016-2019 konsep dan desain melalui cacatan gagasan untuk program pengurangan emisi REDD+Subnasional, kemudian LoI antara Indonesia dan Bank Dunia, dan program pengurangan emisi pada tahun 2019,” paparnya.
Pada tahun 2020-2021, barulah dirancang instrument rencana bagi hasil, pengamanan, mekanisme pengaduan, persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan, kemudian umpan balik ke sistem nasional dan perjanian pembayaran pengurangan emisi.
“Dan barulah pada tahun 2022 ke 2023 dilakukan laporan pemantauan pengurangan emisi. Insya Allah tahun depan akan diadakan pembayaran pertama, pembayaran kedua pada 2024, dan pembayaran ke tiga tahun 2025. Nanti pembayarannya akan kita laporkan setiap tahun,” kata Hadi.







Komentar Via Facebook :