Berita / Sumatera /
Peremajaan Sawit Tempa Kaum Perempuan di Sungai Lilin Jadi Pelaku Ekonomi Tangguh
Pertemuan kaum perempuan dari 13 desa dengan pendamping dari Cargill Indonesia dan Care Indonesia. foto: ist.
Sekayu, elaeis.co – Masa peremajaan sawit rakyat (PSR) kerap menjadi masa sulit bagi petani, terutama karena hilangnya sumber pendapatan selama pohon sawit belum kembali produktif.
Untunglah, dari Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, muncul kabar menggembirakan. Kaum perempuan petani sawit bisa bangkit menjadi pelaku ekonomi tangguh berkat kolaborasi Cargill Indonesia dan Care Indonesia.
Melalui program kolaboratif yang sudah berjalan sejak tiga tahun lalu, Cargill dan Care Indonesia menginisiasi pemberdayaan ekonomi melalui Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) di 13 desa di Kecamatan Sungai Lilin, Tungkal Jaya, dan Keluang. Program ini tidak hanya fokus pada ketahanan ekonomi, tapi juga kesehatan, pendidikan, hingga perlindungan sosial berbasis komunitas.
"Ini adalah model responsif yang menjawab langsung tantangan masa peremajaan sawit, khususnya untuk perempuan petani," ujar Abdul Wahib Situmorang, CEO Yayasan Care Peduli (YCP), Kamis (26/6) lalu.
KUEP terbukti mampu membangun kemandirian. Contohnya, KUEP di Desa Sidomulyo yang kini memiliki tabungan kelompok sebesar Rp223 juta dan mampu menyalurkan pinjaman hingga Rp230 juta untuk modal UMKM dan perawatan kebun. Bahkan, mereka mengolah limbah daun sawit menjadi produk bernilai jual seperti piring dan kerajinan tangan.
Tidak hanya ekonomi, program ini juga menyasar ketahanan pangan keluarga. Melalui Kelompok Wanita Tani (KWT), para ibu rumah tangga membangun kebun gizi pekarangan, menanam sayuran seperti bayam, kangkung, katuk, hingga buah lokal. Hasil panen digunakan untuk konsumsi harian dan dukungan Posyandu.
Hingga pertengahan 2025, telah terbentuk 222 kebun gizi aktif di Muba, termasuk 12 di Desa Sidomulyo. Kebun ini berkontribusi nyata terhadap penurunan angka stunting dan penghematan biaya rumah tangga. Bahkan sebagian warga memperoleh penghasilan tambahan hingga Rp600 ribu per bulan dari hasil kebun.
Kolaborasi ini menunjukkan bahwa peremajaan sawit tak selalu berarti stagnasi. Dengan sentuhan program yang inklusif dan berkelanjutan, masa transisi justru bisa jadi momentum emas bagi perempuan petani untuk tumbuh, berdaya, dan menopang ekonomi lokal.







Komentar Via Facebook :