https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Penggunaan B-35 atau B-40 Diminta Dipercepat

Penggunaan B-35 atau B-40 Diminta Dipercepat

Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin. Humas Fraksi PKS


Jakarta, elaeis.co — Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin, meminta penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang dicampur dengan CPO (Crude Palm Oil) sebesar 35% atau 40% (B-35 dan B-40) dipercepat. Langkah itu diyakini akan meningkatkan daya serap produk kelapa sawit dalam negeri sehingga harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani makin stabil.

Akmal mengatakan, pemerintah tidak serta merta bisa mengendalikan tata niaga sawit karena memang merupakan bagian dari hukum ekonomi.

"Tapi pemerintah bisa memperbaiki kebijakan dengan harapan dapat membantu menurunkan harga " katanya dalam keterangan resmi, Sabtu (27/8).

Harga TBS kelapa sawit anjlok di tingkat hulu petani ketika pemerintah berusaha menurunkan harga minyak goreng. Saat pemerintah melarang ekspor CPO, petani swadaya menjerit karena tidak ada kepastian TBS mereka dibeli pabrik. Berbeda dengan petani plasma atau petani kemitraan yang menjalin kerja sama dengan pabrik.

Namun saat ini harga TBS sudah mulai merangkak naik, bahkan di sebagian wilayah Indonesia harga TBS sudah berada di atas Rp 1.500/kg.

“Kita berharap, harga TBS kembali ke harga di atas Rp 2.500/kg. Memang ada kebijakan-kebijakan yang perlu kita perbaiki dan itu sudah diperbaiki oleh pemerintah saat ini sehingga harga TBS bisa membaik lagi,” ucap legislator asal Sulawesi Selatan II ini.

Politisi PKS ini mengatakan, selama ini, sawit Indonesia diserap oleh pasar ekspor dan biodiesel atau B-30. Tantangan ke depan, bagaimana Indonesia dapat memperluas pasar ekspor CPO termasuk menghadapi kampanye negatif terhadap minyak sawit serta para pesaing-pesaing dari negara produsen minyak nabati lainnya.

“Bagaimana ke depan dapat menaikkan kandungan CPO pada BBM atau biodiesel menjadi 35% bahkan 40% sehingga ada kepastian penyerapan dari produk TBS bagi petani dan pengusaha sawit Indonesia,” urainya.

Dia mengharapkan agar semua pihak bersama pemerintah untuk lebih serius dalam menjaga sawit nasional mengingat kelapa sawit merupakan primadona Indonesia dan penopang ekonomi bangsa.

“Pemerintah harus melindungi semua pihak, tidak hanya petani tetapi juga pelaku industri sehingga dampaknya dapat dirasakan secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat Indonesia,” tegasnya.

Dia juga menekankan pentingnya sosialisasi kelapa sawit untuk terus digencarkan dan massif karena kelapa sawit dan produk turunannya bukan hanya sekadar wacana bagi pelaku usaha dan masyarakat, tetapi dampaknya nyata dan dirasakan oleh semua pihak. Sebab, produk turunan kelapa sawit sangat banyak dan bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat.

Pria kelahiran Bone ini menambahkan potensi kelapa sawit Indonesia masih akan terus bertumbuh dan berkembang melalui dukungan pemerintah maupun berbagai pihak.

"Indonesia merupakan negara penghasil sawit terbesar dunia sejak 2006 dengan luas area saat ini mencapai 16 juta hektare dengan produksi mencapai 44 juta ton bahkan mencapai 48 juta ton," sebutnya.

“Peran strategis kelapa sawit sangat jelas. Total nilai ekspor kelapa sawit Indonesia mencapai US$17,36 miliar pada tahun 2020. Angka tersebut memberikan kontribusi sebesar 53,46% dari total nilai ekspor kelapa sawit global yang mencapai US$32,48 miliar pada 2020”, tutupnya.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :