Berita / Nasional /
Penertiban Kawasan Hutan Dinilai Sembrono, Prof IPB: Rakyat Dikorbankan!
Bogor, elaeis.co - Gelombang kritik semakin deras menyasar kebijakan pemerintah dalam mempercepat penertiban kawasan hutan. Alih-alih dianggap sebagai langkah penataan, kebijakan ini dinilai serampangan dan mengancam nasib jutaan warga yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidup dari perkebunan rakyat.
Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, M.Sc, memberi peringatan keras bahwa pemerintah sedang bermain api dengan kebijakan yang berpotensi memicu kekacauan sosial baru.
“Sekarang ketika mau dihutankan kebun-kebun masyarakat itu, termasuk di Tesso Nilo, bagaimana nasib ribuan orang yang sudah tinggal dan bekerja di sana? Kalau dipindahkan, apakah kesejahteraan mereka meningkat? Kan tidak,” tegasnya.
Menurutnya, penertiban kawasan hutan berjalan tanpa empati dan buta terhadap realitas sosial. Pemerintah dinilai hanya terpaku pada angka hektare, sementara keberadaan manusia yang hidup di atas lahan itu seolah tidak dihitung.
“Ini persoalan yang tidak pernah dicek secara sosial. Padahal di balik setiap hektare kebun yang disebut masuk kawasan hutan, ada keluarga, ada penghidupan,” ujarnya.
Sekitar tiga juta hektare kebun sawit rakyat kini terancam dianggap sebagai perambah hutan dan berpotensi dikenai sanksi ataupun pengambilalihan.
Ironinya, Prof Sudarsono justru mempertanyakan di mana pemerintah selama ini ketika jutaan hektare tersebut beralih fungsi tanpa pengawasan. “Selama ini kehutanan kerjanya apa, sampai peralihan lahan sebesar itu tidak terawasi? Sekarang tiba-tiba mau diambil alih lagi,” sindirnya tajam.
Kekacauan tata kelola kawasan hutan, katanya, sudah dimulai sejak UU No. 5/1967 yang tumpang tindih dengan UU Pokok Agraria. Proses penetapan kawasan hutan pun penuh manipulasi lewat jalan pintas TGHK yang tidak punya dasar hukum kuat. Akibatnya, banyak sertifikat tanah dan HGU yang sudah sah sejak 1980-an kini dianggap ilegal. “Sertifikat itu lambangnya garuda Pancasila, tapi tidak dihormati,” kritiknya.
Ia juga menilai sektor kehutanan selama ini tidak memberi manfaat sebanding dengan kekuasaan atas lahan yang begitu besar. Dalam dua dekade, kontribusinya terhadap ekonomi nasional tidak sampai 1 persen. “Kalau dasarnya salah, penegakannya juga salah,” tutupnya.







Komentar Via Facebook :