https://www.elaeis.co

Berita / Internasional /

Pendiri Microsoft Bill Gates Tuding Sawit, Sekjen CPOPC bilang Begini

Pendiri Microsoft Bill Gates Tuding Sawit, Sekjen CPOPC bilang Begini

Teks Foto: Sekjen CPOPC Dr. Rizal Affandi Lukman, bilang tudongan pendiri Microsoft, Bill Gates, terhadap kelapa sawit sama sekali tidak berdasar. (Foto: dok. pri)


Jakarta, elaeis.co - Anda kenal Bill Gates? Jika tidak tahu, apakah Anda tahu perangkat lunak yang bernama Microsoft ?

Nah, Microsoft itu adalah ciptaan dan produksi Bill Gates serta digunakan di jutaan apartemen di seluruh dunia.

Microsoft telah membuat Bill Gates kaya raya dan berinvestasi di banyak bidang, terutama bidang kesehatan melalui pendanaan beberapa program kesehatan.

Bill Gates juga diketahui menjadi pendana atau investor untuk proyek C16 Biosciences , sebuah proyek untuk menciptakan minyak sawit alternatif pengganti minyak sawit alami.

Gates diketahui telah mengucurkan dana sebesar USD 3,5 juta melalui Yayasan Bill dan Melinda Gates untuk program penelitian.

Terutama dalam mencari bahan alternatif pengganti minyak sawit dari ragi, mikroorganisme yang tumbuh pada makanan setelah melalui fermentasi.

Gates merasa perlu membuat program penelitian ini karena menilai minyak nabati yang dikonsumsi secara global berperan besar.

Khususnya, menurut Bill Gates, dalam kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia dan Malaysia pada tahun 2018, yang melepaskan 1,4 persen emisi global

Nah, baru-baru ini Bill Gates kembali meluncurkan tudingan yang sangat nyelekit dengan mengatakan bahwa minyak sawit adalah penyebab perubahan iklim terburuk.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC), Dr. Rizal Affandi Lukman, memberikan tanggapan yang bernas.

Dalam keterangan resmi yang diterima elaeis.co , Jumat (23/2/2024), Rizal malah menilai apa yang dibagikan Bill Gates dalam blog- nya sungguh berlebihan. 

Kata dia, hal itu merupakan cara Gates untuk membentuk opini buruk di mata publik terkait sawit sebagai penyebab deforestasi, tanpa berdasarkan pada data yang akurat.

Rizal menegaskan, Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah melakukan upaya besar untuk memastikan minyak sawit mereka diproduksi secara berkelanjutan.

“Salah satunya adalah dengan menghentikan perluasan lahan untuk perkebunan kelapa sawit baru,” ucap Rizal Lukman.

Ia lalu mengutip data dari Institut Penelitian Dunia atau World Research Institute (WRI) yang menunjukkan adanya penurunan deforestasi yang signifikan di Indonesia dan Malaysia sejak tahun 2017.

“Kedua negara terus berkomitmen untuk meningkatkan produktivitas perkebunan yang ada tanpa membuka lahan baru melalui peraturan nasional mereka, termasuk izin tinggal,” kata Rizal.

“Bill Gates mungkin tidak menyadari bahwa minyak sawit adalah satu-satunya minyak nabati yang memenuhi persyaratan sertifikasi paling ketat dibandingkan minyak nabati lainnya,” tambahnya.

Misalnya, kata Rizal, mulai dari skema sertifikasi wajib nasional, yaitu Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil  (ISPO) dan Minyak Sawit Berkelanjutan Malaysia atau Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO).

Hingga skema sertifikasi berbasis sukarela, seperti Meja Bundar untuk Minyak Sawit Berkelanjutan atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) , Standar Pertanian Berkelanjutan atau Agriculture Sustainable Standard (SAN).

Juga jangan lupa Sertifikasi Keberlanjutan dan Karbon Internasional atau International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) , dan Pendekatan Stok Karbon Tinggi atau High Carbon Stock (HCS).

Untuk mencapai produksi minyak sawit berkelanjutan demi ketahanan pangan dan energi, Sekjen CPOPC meyakini solusi yang diperlukan adalah kerja sama antara negara produsen dan konsumen.

CPOPC, ungkap Rizal, ikut serta dalam mematuhi Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR), dengan memfasilitasi kolaborasi.

Khususnya antara Pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa melalui Satuan Tugas (Satgas) Gabungan Sementara atau Ad Hoc Joint Task Force (JTF) .

Platform ini dibentuk untuk membahas tantangan penerapan EUDR berdasarkan pemahaman bersama mengenai isu keinginan,” kata dia.

Dan, sambung Rizal, harus bisa dipastikan bahwa seluruh produk berbasis komoditas sudah sesuai dengan EUDR serta bukan merupakan hasil deforestasi.

Ia sangat setuju bahwa deforestasi perlu dihentikan. Namun untuk mewujudkan hal tersebut, Rizal menegaskan diperlukan kemitraan yang kuat dan solid, serta tidak menyalahkan pihak mana pun.

Oleh karena itu, Rizal mendesak Bill Gates untuk mengklarifikasi klaim bahwa kelapa sawit adalah penyebab perubahan iklim terburuk. 

Di sisi lain, banyak temuan ilmiah yang menunjukkan bahwa budidaya kelapa sawit telah menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).

Rizal menjelaakan, minyak sawit berasal dari pohonnya yang menyerap karbondioksida dan melepaskan oksigen.

"Hal ini membuktikan bahwa minyak sawit berperan penting dalam menyediakan emisi GRK," kata dia.

Tetapi Rizal sendiri menyambut baik temuan ilmiah alternatif minyak sawit sebagai inisiatif menjaga ketahanan pangan dan energi di tengah pesatnya peningkatan populasi dunia.

Apalagi PBB memperkirakan jumlah penduduk akan mencapai 8,5 miliar jiwa pada tahun 2030, dan permintaan minyak sawit akan meningkat menjadi 33 juta ton pada tahun yang sama.

Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) melaporkan bahwa Indonesia dan Malaysia akan menyumbangkan hingga 83 persen produksi minyak sawit global dan 34 persen permintaan minyak nabati global.

“Minyak sawit dan minyak nabati lainnya saling melengkapi satu sama lain, oleh karena itu industri perlu berkolaborasi untuk menjaga stabilitas ketahanan pangan dan energi global,” kata Rizal.

“Motivasi inilah yang disebarkan CPOPC melalui Konferensi Minyak Nabati Berkelanjutan tahunan yang akan diselenggarakan untuk ketiga kalinya pada tanggal 10 September 2024 di Rotterdam, Belanda,” ucapnya.

Oleh karena itu, kata Rizal, Pemerintah Indonesia dan Malaysia juga berkomitmen untuk tidak memperluas areal perkebunan dan fokus pada peningkatan produktivitas.

Seperti, sambung Rizal, melalui program penanaman kembali dengan bahan yang mempunyai produktivitas tinggi.

“Nah, daripada mendiskreditkan minyak sawit, mending Bill Gates harus memikirkan kembali fungsi ekologis minyak sawit,” saran Rizal.

“Sebab, Bill Gates harus tahu, produktivitas sawit bisa mencapai 8 sampai 10 kali lipat dibandingkan minyak nabati lainnya,” beber Rizal.

Dia meyakinkan Bill Gates dan semua pihak lain bahwa peran minyak sawit sangat penting dalam menjaga ketahanan pangan dan energi global.

"Apakah hal ini belum cukup menjadi bukti pernyataan Nico Roozen, pendiri Solidaridad Network, yang menyatakan bahwa kelapa sawit adalah penyelamat dunia dari bencana ekologi?" tegas Dr Rizal Affandi Lukman.



 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :