https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Pendapatan Petani Sawit Anjlok, Hanya Raup Rp 1,3 Juta Per Hektar

Pendapatan Petani Sawit Anjlok, Hanya Raup Rp 1,3 Juta Per Hektar

Petani memetik TBS kelapa sawit matang di Bengkulu. Foto: Doc Elaeis


Bengkulu, Elaeis.co – Petani kelapa sawit di Kabupaten Bengkulu Selatan mengalami penurunan pendapatan yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Dimana setiap kali panen mereka hanya mampu meraup keuntungan sebesar Rp 1,3 juta per hektar.

Salah satu petani sawit setempat, Firdaus mengungkapkan, keuntungan yang didapatkannya dari panen kelapa sawit kini hanya mencapai Rp 1,3 juta per hektar. Padahal, biasanya keuntungan tersebut bisa mencapai hingga Rp 2 juta setiap kali panen.

"Anjlok pendapatan kami, biasanya setiap panen dari lahan seluas 1 hektar bisa dapat Rp 2 juta, ini hanya Rp 1,3 juta, kadang dibawah itu," kata Firdaus, Rabu 22 Mei 2024.

Baca Juga: Pemilik Ramp Sawit di Bengkulu Pilih Jual TBS ke Sumatera Selatan, Kenapa!

Penurunan pendapatan tersebut, menurut Firdaus, disebabkan oleh produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang terus menurun. Jika biasanya dalam satu hektar mampu mencapai 1 ton, saat ini hanya mencapai 500 kilogram hingga 600 kilogram.

“Produksi TBS terus berkurang, dan ini berdampak langsung pada pendapatan kami,” ujar Firdaus.

Penurunan produksi ini dipicu oleh kurangnya pemupukan intensif pada tanaman sawit. Harga pupuk kimia yang mahal di daerah ini menjadi salah satu penyebab utama tidak dilakukan pemupukan secara optimal. 

"Harga pupuk sangat mahal, kami jadi tidak bisa melakukan pemupukan sesuai kebutuhan tanaman," tambah Firdaus. 

Harga pupuk kimia yang terus merangkak naik di pasaran memang menjadi beban berat bagi petani. Firdaus menjelaskan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya, mereka bisa membeli pupuk dengan harga yang lebih terjangkau. Namun, kenaikan harga pupuk beberapa bulan terakhir membuat para petani kesulitan untuk melakukan pemupukan secara rutin.

“Dulu kami bisa beli pupuk dengan harga yang terjangkau, tapi sekarang harganya naik terus,” jelas Firdaus. 

Hal ini membuat para petani harus memilih antara membeli pupuk atau menekan biaya produksi dengan mengurangi penggunaan pupuk. “Kalau tidak pakai pupuk, produksi turun. Tapi kalau beli pupuk, biaya tinggi. Kami bingung harus bagaimana,” tutup Firdaus dengan wajah muram.

Tidak hanya Firdaus, banyak petani lain di Bengkulu Selatan yang merasakan dampak penurunan produksi dan pendapatan ini. Mereka juga berharap adanya pelatihan atau bantuan teknis dari pemerintah untuk mengelola tanaman sawit dengan lebih baik di tengah kondisi cuaca yang tidak menentu dan harga pupuk yang tinggi.

Kondisi yang dihadapi oleh petani sawit di Bengkulu Selatan ini menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak. Pemerintah daerah setempat diharapkan bisa melakukan langkah-langkah strategis untuk membantu petani. Salah satunya dengan menyediakan pupuk subsidi atau memberikan bantuan teknis agar produksi sawit bisa kembali meningkat.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :