Berita / Nusantara /
Pemerintah Terkesan Tidak Percaya pada Kemampuan Rakyatnya Sendiri
Teks Foto: Para petano sawit swadaya di Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, zedang membicarakan nasib mereka. (Foto: dok)
Manokwari, elaeis.co - Dorteus Paiki dan Sutiyana, dua petani sawit swadaya di dua daerah yang berbeda, merasa heran melihat sikap Pemerintah, khususnya dari pihak Kementerian Pertanian (Kementan).
"Kok kesannya Pemerintah enggak percaya sama kemampuan rakyatnya sendiri ya," kata Sutiyana kepada elaeis.co melalui handphone, Rabu (13/3/2024).
"Pemerintah buat peraturan baru sehingga harapan kami tak tercapai untuk jadi petani sawit yang kuat dan tangguh," kata Dorteus Paiki dalam wawancara yang berbeda dengan elaeis.co.
Sebagai informasi, Sutiyana adalah Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Tani Subur, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Sutiyana juga terpilih kembali untuk ketiga kalinya sebagai anggota DPRD Kobar dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar).
Sementara itu Dorteus Paiki adalah seorang petani sawit swadaya dari Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat.
Kedua petani sawit swadaya tersebut adalah pengurus Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) di daerah masing-masing.
Lalu, kenapa mereka berdua mengkritik Pemerintah?
Ternyata penyebabnya adalah kandasnya harapan mereka dan para petani sawit di Kabupaten Kobar dan Kabupaten Manokwari untuk memiliki pabrik kelapa sawit (PKS).
"Rencana kami untuk punya PKS sendiri bahkan didukung Pak Wapres KH Ma'aruf Amin saat datang meninjau pelaksanaan Program PSR ke Manokwari," kata Dorteus Paiki.
"Tapi setelah Pak Wapres kembali ke Jakarta, enggak lama kemudian keluar peraturan itu. Sungguh sedih melihatnya," ujar Dorteus menambahi.
Sementara itu Sutiyana mengaku pihaknya telah habis ratusan juta rupiah hanya untuk mengurus administrasi dan berbagai perizinan lainnya.
Ia bahkan sampai wara-wiri dari Kobar ke Jakarta untuk mengurus berbagai hal yang diperlukan untuk pendirian PKS dengan kapasitas 30 ton tandan buah segar (TBS) per hari.
"Kurang lebih dua tahun urus ini dan itu, eh, keluar peraturan baru yang membuat kami tertunda punya PKS sendiri," kata Sutiyana.
Dua orang ini secara terpisah menyebutkan peraturan yang dimaksud yaitu Keputusan Diektur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Nomor 62/Kpts/KB.410/05/2023, menggantikan Kepdirjenbun Nomor 273/Kpts/HK.160/9/2020.
Kepdirjenbun itu adalah tentang pedoman teknis sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit dalam kerangka pendanaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Kata Dorteus Paiki, berbagai perizinan pendirian PKS dan hal lainnya sudah diurus, bahkan tinggal semacam rekomendasi tenisnya saja.
"Tetapi kemudian Kepdirjenbun itu membuat kami harus melangkah dari awal lagi. Peraturan itu lebih berpihak ke korporasi ketimbang ke petani sawit," kata dia.
Pihaknya bingung bagaimana Kepdirjenbun itu mewajibkan punya dana minimal 30 persen dari dana yang dianggarkan untuk pendirian PKS yang baru.
Pihaknya sudah merapatkan hal ini dengan staf Wapres, KSP, dan pihak lainnya. Tetapi pihak Ditjenbun bersikukuh untuk menerapkan peraturan itu.
Dorteus menegaskas semua petani Provinsi Barat menolak Kepdirjenbun yang baru itu.
"Pak Gulat dan Pak Rino (Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP Apkasindo -red) sedang bertarung di Pusat untuk menolak Kepdirjenbun itu," kata dia.
Kritik keras juga dilontarkan oleh Sutiyana. Dengan tegas ia menilai Pemerintah melalui peraturan baru itu terkesan ragu kepada kemampuan petani sawit dalam mengelola PKS.
"Masak kami ditanya siapa nanti yang akan mengelola PKS bila siap dibangun. Pertanyaan apaan itu? Aneh betul," ucap Sutiyana.
"Kami petani sawit tentu akan jadi pemilik saham PKS batu itu nantinya. Ya kami tentu akan seleksi dan tunjuk para tenaga profesional untuk mengelola PKS baru itu. Dikira kami enggak ngerti apa sama soal-soal yang begini," ucap Sutiyana.
Kata dia, pihak perbankan sendiri sudah sangat antusias untuk memberikan dana kredit untuk proyek tersebut.
"Perbankan itu sering menelpon saya, mereka nanya kapan realisasi pendirian PKS baru di Kobar. Lah, bank aja percaya ke petani sawit, masak sih Pemerintah malah terkesan meragukan kami," kata Sutiyana.
Ia tak tahu lagi harus bilang apa. Sebab, berbagai perizinan telah dilakukan sejak dua tahun lalu dan menghabiskan banyak biaya.
Sama seperti yang disampaikan Dorteus Paiki, rekannya dari Apkasindo Papua Barat, Sutiyana bilang peraturan baru itu membuat petani sawit harus mengulang lagi dari awal, dengan langkah yang lebih berat.







Komentar Via Facebook :