Berita / Sumatera /
Pemerintah Pastikan Tenaga Kerja Sektor Sawit Tak Kurang di Bengkulu
Ilustrasi-petani kelapa sawit.
Bengkulu, elaeis.co - Kepala Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu Ricky Gunarwan mengatakan tenaga kerja non formal bidang perkebunan kelapa sawit di daerah itu sudah cukup dan berkelanjutan.
"Bisa dikatakan pekerja di sektor itu tidak akan kurang. Sebab berkelanjutan," kata Ricky kepada elaeis.co, kemarin.
Apalagi industri sektor kelapa sawit terus berkembang hingga bisa membikin bahan baku pangan dan energi. Melihat itu petani di daerah sangat optimis kondisi perkebunan kelapa sawit akan terus berkelanjutan.
Bahkan, kata dia, dengan kondisi itu tidak menutup kemungkinan jumlah petani sawit akan bertambah seirin trend positif yang dihasilkan industri perkelapasawitan.
"Saya melihat pekebun sawit yang satu kesatuan dalam ketenagakerjaan sektor perkebunan tidak akan berkurang hingga 20 tahun ke depan. Selain karena nilai ekonomi sawit yang tinggi, komoditas ini juga sangat dibutuhkan," paparnya.
Ricky menjelaskan, saat ini di Bengkulu ada sebanyak 419,146 orang pekerja non formal di bidang perkebunan, kehutanan dan perikanan yang tercatat dalam data BPS tahun rilis 2022. Semuanya merupakan usia produktif atau bukan pengangguran.
"Dari jumlah itu, hampir setengahnya adalah pekebun sawit maupun yang masuk dalam radar industri," kata Ricky.
Memang tidak dapat dipungkiri, lanjut Ricky, salah satu faktor yang menentukan keberlanjutan perkebunan kelapa sawit di Bengkulu ditentukan pekerja kompeten, yaitu yang dapat memanfaatkan perkembangan teknologi pendukung seperti mekanisasi, digitalisasi, dan otomatisasi.
"Ini sebagai langkah untuk mengaplikasikan hasil-hasil inovasi teknologi pertanian," ujarnya.
Pekerja kompeten juga diharapkan dalam industri sawit. Sebagai garda terdepan, pekerja menjadi faktor kunci keberlangsungan sektor perkebunan dan perlu disiapkan sesuai kebutuhan.
Berbeda dengan pertanian sektor tanaman pangan padi. Perbandingan terbuka antara petani sawit dengan petani padi mengalami ketimpangan sejak dua tahun terakhir. Hal ini disebabkan banyaknya petani padi yang cenderung berusia di atas 40 tahun, juga kondisi lahan yang menyusut hingga 20 ribu hektare per tahun.
"Antara disayangkan atau tidak, namun keduanya harus balance agar kebutuhan pangan tetap terpenuhi di masa depan," kata Ricky.







Komentar Via Facebook :