https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Pemerintah Diminta Terus Lawan Diskriminasi Perdagangan Global

Pemerintah Diminta Terus Lawan Diskriminasi Perdagangan Global

CPO dimuat ke kapal yang akan membawa ke negara tujuan ekspor. foto: Ilwan


Jakarta, elaeis.co - Sejumlah komoditas andalan Indonesia mengalami diskriminasi di pasar global. Upaya perlawanan pun dilakukan pemerintah, termasuk menggugat ke badan PBB yang mengurusi perdagangan atau World Trade Organization (WTO).

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal menilai perjuangan Indonesia untuk melawan diskriminasi perdagangan internasional sudah berada di jalur yang tepat. Dia meminta pemerintah konsisten dalam menyuarakan kepentingan Indonesia di kancah global.

"Saya rasa langkah pemerintah sudah bagus meski ada yang perlu diperkuat, utamanya terkait trade diplomacy untuk melawan segala tuduhan yang tidak benar. Kalau ada tuduhan yang benar, harus kita perbaiki. Supaya dalam berargumen di arbitrase kita bisa mempertahankan kepentingan kita dari negara yang merasa kebijakan Indonesia bertentangan dengan WTO," katanya dalam pernyataan resmi dikutip Selasa (9/1).

Indonesia saat ini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara untuk produk minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan nikel. Produk CPO ditolak karena dianggap tidak ramah lingkungan atau menyebabkan deforestasi. WTO pun menilai industri hilirisasi nikel Indonesia belum optimal sehingga belum waktunya untuk menghentikan ekspor barang mentah.

“CPO memang tekanannya besar. Kita harus konsisten memperjuangkan CPO, terutama pada sisi penetrasi ekspor. CPO dianggap sebagai sesuatu yang tidak ramah lingkungan. Sebagian bisa jadi benar, tapi ada juga motif tersembunyi dari negara yang menolak CPO," sebutnya.

"Begitu pula dengan nikel, penolakan justru datang dari negara yang tidak mengimpor nikel mentah kita, yaitu Uni Eropa. Ini pasti ada motifnya,” tambahnya.

Dia meyakini, ada kepentingan memperjuangkan produk substitusi CPO dari negara-negara yang menentang kebijakan ekspor Indonesia. “Seperti Eropa, mereka punya minyak bunga matahari, minyak kacang kedelai, itu pasti mereka jaga,” ujarnya.

Menurutnya, memperjuangkan produk sendiri adalah hal yang lumrah dilakukan negara maju. Dia lantas mencontohkan persaingan dagang antara Amerika Serikat dengan China beberapa tahun lalu. Penetrasi industri teknologi China semakin masif dan dianggap sebagai ancaman sehingga Amerika Serikat membebankan pajak kepada barang-barang China yang dianggap bisa mengganggu pasarnya.

“China ingin naik kelas dengan tidak lagi ekspor barang bernilai tambah rendah. Pada produk teknologi 5G, Amerika mencoba untuk menjaga dominasinya dengan menerapkan tarif. Jadi itu hal yang umum terjadi, ketika negara memanfaatkan platform internasional untuk mencegah negara lain naik kelas. Dan ironisnya, itu justru dicontohkan oleh negara yang menyuarakan perdagangan bebas,” tandasnya.

Faisal juga menyoroti secara spesifik larangan ekspor bijih nikel di mana Indonesia sedikit mengalami kerugian ketika hendak memulai kebijakan hilirisasi. Namun, kata dia, kini hilirisasi telah menjadi salah satu faktor penting yang membuat neraca perdagangan Indonesia terus surplus.

“Memang di awal 2020 ekspor sempat menurun karena larangan ekspor bijih nikel. Tidak lama, logam dasar kita naik. Artinya, kerugiannya hanya jangka pendek, karena hasil dari hilirisasi sudah mulai terasa tanpa menunggu beberapa tahun lagi,” tukasnya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memastikan diplomasi ekonomi merupakan salah satu fokus kebijakan luar negeri Indonesia. Menurutnya, diplomasi ekonomi Indonesia sedang berfokus pada dua hal.

Pertama membuka pasar non-tradisional. Presiden Jokowi, kata Retno, sudah membuka pasar di negara-negara baru seperti Afrika dan Uni Eropa serta banyak negara berkembang lainnya. Sedang fokus diplomasi ekonomi kedua adalah memerangi diskriminasi perdagangan terhadap produk-produk Indonesia.

Terkait fokus kedua ini, menurutnya, seluruh diplomat turut bekerja keras untuk mendukung kebijakan hilirisasi dalam negeri. "Diplomasi ekonomi juga kita gunakan untuk memerangi diskriminasi terhadap produk-produk Indonesia, misalnya kelapa sawit. Dan diplomasi ekonomi ini juga untuk hilirisasi industri," ucapnya.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :