https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Pemerintah Diminta Samakan Tarif Ekspor Limbah Sawit dengan CPO

Pemerintah Diminta Samakan Tarif Ekspor Limbah Sawit dengan CPO

Ketum GAPKI, Eddy Martono. foto: ist.


Jakarta, elaeis.co - Pemerintah memperketat ekspor limbah pabrik kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR), dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO) sejak 8 Januari 2025. Pengetatan ini diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 2/2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No 26/2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit.

Sejumlah pihak, termasuk petani sawit, menolak kebijakan pengetatan ekspor limbah sawit dan jelantah ini. Alasannya, komoditas yang laku di pasar internasional tidak seharusnya dibatasi penjualannya.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, menilai kebijakan pengetatan diambil pemerintah lantaran mencurigai adanya kenaikan ekspor limbah sawit dan jelantah yang tidak wajar. Ada juga dugaan adanya upaya pencampuran CPO untuk menghindari bea keluar (BK) ekspor produk sawit.

"Bisa jadi pengoplosan terjadi lantaran adanya perbedaan BK antara CPO dan limbah sawit yang cukup signifikan," ujarnya kepada elaeis.co, Kamis (16/1).

Eddy memaparkan, BK CPO saat ini mencapai US$ 167/metrik ton (MT). Sementara BK limbah sawit hanya US$ 12/MT. Kemudian Pungutan Ekspor (PE) CPO sebesar US$ 258. Sedangkan PE limbah sawit hanya US$ 92.

Selisih angka yang sangat jomplang itulah yang ditengarai menjadi penyebab pencampuran CPO dengan limbah sawit yang akan diekspor.

Jadi, untuk mengatasinya, "Sebaiknya tarifnya disamakan saja," tandas Eddy.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :