Berita / Nasional /
Pembebasan Tanah di Kawasan IKN Belum Clear
Titik Nol Kilometer IKN. Foto: Humas Setkab/Rahmat
Jakarta, elaeis.co - Komisi II DPR RI menyoroti beberapa permasalahan pembebasan lahan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim). Komisi II menilai masih ada permasalahan pembebasan lahan yang belum selesai pada lokasi tersebut dan wilayah penyangganya.
Negara diminta tidak sewenang-wenang terhadap rakyat dan tetap mengidentifikasi kepemilikan tanah tersebut. Sehingga proses peralihan kepemilikan lahan dari masyarakat kepada pemerintah dapat dilaksanakan dengan lancar tanpa menimbulkan konflik agraria berkepanjangan.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin, meminta agar pembahasan masalah pertanahan IKN diagendakan secara khusus. Karena menurutnya, sejak Undang-Undang (UU) IKN ditetapkan hingga saat ini, tidak dapat diketahui sejauh mana perkembangannya.
“Undang-undangnya sudah diputuskan, kenapa kita kehilangan jendela dan pintu untuk melihat sejauh mana progress report-nya. Ditambah lagi Badan Otorita IKN tidak ada mitranya di DPR. Akhirnya kita memantau itu semua hanya lewat berita-berita dan media sosial, tapi itu pun sifatnya informatif, bahkan sebagian simpang siur,” kata Politisi PKB itu dalam keterangan resmi Setjen DPR RI, kemarin.
Anggota Komisi II DPR RI, Mohamad Muraz mengatakan, Komisi II merasa berkepentingan karena urusan IKN itu sampai hari ini belum terlihat progresnya. Ia pun mencontohkan bahwa Komisi II bermitra dengan BPN yang dinilai pasti mengetahui perkembangan soal proses IKN karena terkait dengan tugas pokok dan fungsinya misal dengan pengadaan lahan dan pemanfaatan tanah.
"Tapi ketika diperiksa, ternyata mata anggaran atau nomenklatur soal tersebut tidak ada," tukasnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan, yang menjadi masalah pokok dalam sudut pandang tersebut adalah eksistensi tanah masyarakat, tanah adat, tanah ulayat, bahkan ada tanah kesultanan, juga ada tanah swasta dan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit yang penanganan dan pengelolaanya harus diketahui secara pasti.
"Bukan berarti negara sewenang-wenang, tentu tidak. Tetapi harus mengidentifikasi tanah-tanah itu mana tanah negara, mana juga tanah adat, dan mana tahan masyarakat sehingga masing-masing pembebasannya sesuai sistem dan mekanisme hukum yang berjalan," ujarnya.
“Kita kehilangan informasi yang utuh, padahal ini isu publik. Beberapa pihak bertanya ke kita, padahal kita sendiri bertanya-tanya duduk perkaranya seperti apa. Kita pun tidak bisa jawab detil. Pihak kesultanan bingung, belum lagi tanah adat dayak, ulayat dan masyarakat, jangan sampai hak mereka terampas,” tandasnya.







Komentar Via Facebook :