https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Pelanggaran HAM Masih Marak di Perkebunan Sawit Indonesia, Ancam ISPO dan RSPO

Pelanggaran HAM Masih Marak di Perkebunan Sawit Indonesia, Ancam ISPO dan RSPO

Advokat Wahyu Wagiman. Dok.Istimewa


Jakarta, elaeis.co - Laporan dari berbagai organisasi non-pemerintah seperti Sawit Watch, WALHI, Greenpeace, dan Amnesty International terus mengungkap praktik pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di perkebunan kelapa sawit Indonesia. 

Advokat Wahyu Wagiman menyoroti dampak negatif operasional sawit yang terjadi setiap tahunnya, termasuk kriminalisasi, intimidasi, dan kondisi kerja yang buruk.

Dalam webinar yang digelar Visi Integritas dan MSW Law Office, Wahyu menekankan bahwa banyak petani dan masyarakat lokal yang mengalami kriminalisasi karena menolak operasional perkebunan sawit di wilayahnya. 

Selain itu, intimidasi terhadap warga yang menentang juga kerap terjadi, sebagian besar karena kurangnya informasi transparan dari perusahaan terkait pembukaan lahan baru.

Tak hanya soal lahan, hak-hak pekerja perkebunan juga menjadi sorotan utama. Kondisi kerja yang buruk, jam kerja panjang, target kerja berat, dan upah di bawah UMR merupakan masalah serius yang rutin dilaporkan. 

Lebih ironis, anak-anak dan istri pekerja juga dilibatkan dalam aktivitas perkebunan, meskipun tidak memiliki kontrak resmi.

"Di empat pulau besar di Indonesia, banyak laporan mengenai rendahnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi para pekerja di perkebunan sawit," ujar Wahyu, Kamis (4/9).

Keluarga pekerja sering terlibat mulai dari panen hingga pembukaan lahan, sementara perusahaan sering mengabaikan protokol K3, sehingga risiko kecelakaan dan gangguan kesehatan meningkat.

Isu lingkungan dan kesehatan juga menjadi perhatian. Wahyu mencatat bahwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla), deforestasi, dan pengelolaan limbah kelapa sawit yang buruk berkontribusi pada kerusakan lingkungan. 

Menurutnya, masalah ini kadang disebabkan oleh ketidakhati-hatian karyawan atau kelalaian perusahaan itu sendiri.

Untuk itu, Wahyu menekankan perusahaan harus merespons isu HAM, pekerja, dan lingkungan dengan serius. Implementasi praktik bisnis berkelanjutan bukan hanya soal kepatuhan, tetapi juga memperkuat performa dan keberlanjutan bisnis.

Hal ini semakin penting mengingat sebagian besar perusahaan sawit di Indonesia tergabung dalam RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).

Kedua standar ini menekankan praktik bisnis yang berkelanjutan dan pengurangan pelanggaran HAM, termasuk hak pekerja dan perlindungan lingkungan.

Perusahaan diwajibkan merujuk pada aturan norma bisnis dan HAM, serta ketentuan dari Komisi Nasional HAM, agar praktik operasional mereka sesuai standar internasional. Menurut Wahyu, tanpa komitmen nyata pada standar RSPO dan ISPO, perusahaan sawit bisa menghadapi risiko reputasi dan sanksi dari pasar global.

Dengan masih maraknya pelanggaran HAM di perkebunan Indonesia, isu keberlanjutan sawit menjadi perhatian serius. Baik pemerintah, lembaga internasional, maupun publik menuntut transparansi, perlindungan pekerja, dan kepatuhan lingkungan, agar industri sawit nasional tetap berdaya saing dan berkelanjutan di pasar global.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :