https://www.elaeis.co

Berita / Kalimantan /

Pelanggaran Hak Dasar Buruh Sawit Masih Ditemukan di Kalbar

Pelanggaran Hak Dasar Buruh Sawit Masih Ditemukan di Kalbar

Perkebunan kelapa sawit di Kalbar. foto: Ilustrasi/Gapki Kalbar


Pontianak, elaeis.co - Kalimantan Barat (kalbar) merupakan salah satu lokomotif industri sawit nasional. Provinsi ini merupakan salah satu wilayah dengan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian, dengan luas perkebunan kelapa sawit mendekati 1,5 juta hektar yang menyerap jutaan tenaga kerja.

Namun Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia (Yayasan IJMI) menyoroti masih adanya praktik kerja paksa dan pelanggaran hak buruh pada petani sawit di Kalbar.

“Kalbar memiliki potensi yang sangat baik untuk berkembang lebih pesat lagi sebagai produsen kelapa sawit yang besar, dan tentunya hal ini akan berkontribusi pada peningkatan ekonomi di Indonesia. Namun di balik itu, kita juga ingin memastikan bahwa para pekerja bisa bekerja dengan kondisi yang baik, aman dan adil, sehingga penting untuk memastikan bahwa hak-hak dasar mereka terpenuhi dan dilindungi,” kata Try Harysantoso, Direktur Eksekutif Yayasan IJMI, dalam rilis media yang dikutip Kamis (8/5).

Dia menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang menjadi hak dasar pekerja sawit. Antara lain upah layak, waktu kerja yang wajar, akses layanan kesehatan dan keselamatan kerja, serta kesempatan menyampaikan aspirasi secara aman. "Keseluruhan hak-hak dasar ini harus tertuang dalam kontrak kerja yang dibuat secara tertulis dan disepakati kedua belah pihak,” lanjutnya.

Dia menyebutkan, Indonesia masih bergulat dengan bayang-bayang perbudakan modern dan kerja paksa, di mana sektor perkebunan sawit termasuk di dalamnya. Kalbar sebagai salah satu sentra produksi sawit terbesar di Indonesia juga masih menghadapi persoalan pelik soal perlindungan hak pekerja. 

Di balik geliat ekonomi dari ekspor sawit, praktik eksploitasi dan kerja paksa masih membayangi para petani dan buruh. Laporan Global Slavery Index 2023 menempatkan Indonesia di peringkat ke-10 dunia dengan lebih dari 1,8 juta orang terjebak dalam perbudakan modern, termasuk di industri ini.

Agus Sutomo, Direktur Eksekutif Lembaga Teraju Indonesia menegaskan, temuan pihaknya di lapangan mengindikasikan masih banyak pekerja sawit yang hak-haknya tidak terpenuhi karena mereka masuk dalam kategori Buruh Harian Lepas (BHL). "Sehingga jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan tidak terpenuhi," ungkapnya.

Akibat lain dari status sebagai BHL ini, mereka tidak berhak mendapatkan THR, dan jika ada pemutusan kerja, maka mereka juga tidak berhak atas pesangon dan jasa kerja. Posisi pekerja lemah dan rentan. "Fakta-fakta di lapangan tersebut mencerminkan rendahnya tingkat kepatuhan perusahaan terhadap standar ketenagakerjaan, terutama dalam hal perlindungan BHL," tandasnya.

Melalui upaya advokasi dan investigasi, pihaknya mendapati berbagai permasalahan, salah satunya adalah ketidakpatuhan terhadap standar K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) di beberapa perusahaan perkebunan sawit. 

Banyak perusahaan yang mengabaikan aspek ini, bahkan ketika Alat Pelindung Diri (APD) diberikan, buruh sering kali dipaksa untuk membayar alat tersebut, yang seharusnya menjadi tanggungan perusahaan. 

Selain itu, masih ada perusahaan yang tidak memberikan fasilitas pemeriksaan kesehatan rutin bagi buruh yang berisiko terpapar bahan kimia, seperti pestisida dan pupuk kimia.

“Sementara bagi pekerja sawit perempuan, mereka merupakan pekerja yang sangat rentan karena banyak bersentuhan dengan bahan kimia tanpa APD yang memadai dan pemeriksaan kesehatan rutin. Dengan status BHL, membuat mereka takut menuntut hak seperti cuti haid dan melahirkan. Mereka juga kerap mengalami pelecehan seksual, dan saat melapor justru diancam mutasi atau PHK oleh atasan,” ungkapnya.

Realitas di lapangan lainnya, karena kondisi infrastruktur yang buruk dan dampak perubahan iklim, perusahaan tetap memaksa pekerja sawit untuk tetap bekerja, meski kebun banjir akibat cuaca buruk. 

Karena jika tidak bekerja, mereka tidak mendapatkan upah harian dari perusahaan. Pekerja ini, lanjutnya, mayoritas terdiri dari masyarakat adat, dan ada pula yang datang dari Timur seperti Ambon dan NTT, serta Lombok, Nias, dan Jawa.

“Beberapa dari mereka ada yang merasa apa yang dijanjikan tidak sesuai dengan fakta di lapangan saat mereka mulai bekerja sehingga ingin kembali ke daerah asalnya. Hal ini kita pantau juga, untuk memastikan mereka terlindungi.” jelasnya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalbar, Hermanus MSi, mengaku pihaknya akan mengambil langkah-langkah pembinaan dan pengawasan yang lebih intensif terhadap perusahaan sawit. Di Kalbar sendiri terdapat 438 perusagaan perkebunan sawit yang tersebar di 12 kabupaten kota.

"Kami tidak memungkiri temuan-temuan dan fakta di lapangan tersebut, di mana masih banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang belum mematuhi ketentuan, norma kerja, dan aturan K3. Sehingga kami pun berkomitmen dan senantiasa berupaya melakukan pembinaan baik edukatif maupun non-justisia dan represif, agar perusahaan benar-benar patuh terhadap norma ketenagakerjaan," tegasnya. 

Diantara pelanggaran yang dilakukan perusahaan yakni pelanggaran terhadap ketentuan jam kerja yang berlaku, seperti pekerja yang bekerja melebihi jam yang ditetapkan. Selain itu, status hubungan kerja juga sering kali tidak sesuai, di mana pekerja yang seharusnya memiliki status perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) malah tetap dipertahankan dalam status yang tidak sesuai dengan ketentuan. 

Hal ini juga berlanjut pada ketidakpatuhan terhadap standar K3, di mana perusahaan sering mengabaikan penerapan budaya K3 yang seharusnya diterapkan untuk melindungi pekerja.

Seyogyanya perusahaan membentuk Panitia Pembina K3 atau P2K3, yang antara lain juga melakukan uji dan pemeriksaan berbagai peralatan dan alat-alat kerja, serta memastikan para pekerja sawit mendapatkan pelatihan yang cukup agar pekerja dapat berperforma baik.

“Pemantauan dan pengawasan memang harus kuat dan konsisten dilaksanakan, dan kami mengapresiasi usaha-usaha yang dilakukan oleh para mitra, seperti Teraju dan Yayasan IJMI," sebutnya.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :