Berita / Nusantara /
Pakar: Gubernur Riau Jangan Gegabah Soal Kawasan Hutan
Pakar hukum kehutanan, Dr. Sadino. foto: tangkapan layar
Jakarta, elaeis.co - Pakar hukum dan kebijakan kehutanan Dr. Sadino menyarankan agar Gubernur Riau, Syamsuar, tidak gegabah mengeluarkan surat terkait persoalan kehutanan yang ada di Riau.
Sebab salah-salah, surat itu justru akan merugikan masyarakat Riau sendiri.
"Hal pertama yang mestinya dilakukan Gubernur Riau adalah meminta supaya penetapan kawasan hutan di lapangan, clear. Biar tidak ada masyarakatnya menjadi korban," kata Pendiri dan Direktur Eksekutif Biro Konsultasi Hukum dan Kebijakan Kehutanan ini saat berbincang dengan elaeis.co tadi malam.
Untuk itu kata lelaki 55 tahun ini, Gubernur Riau berhak meminta antara lain; Pertama; pemerintah pusat segera mengeluarkan aset pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota dari dalam klaim kawasan hutan.
Kedua; hak atas tanah, kebun, perkampungan dan pemukiman rakyat, harus dikeluarkan dari kawasan hutan. Ketiga; hak adat dan hak masyarakat adat dikeluarkan dari klaim kawasan hutan.
Keempat; terkait penerapan denda administrasi dan PNBP, harus dipilah, apakah objek yang disangkakan itu berada pada kawasan hutan yang benar, atau tidak.
Sadino mengatakan begitu lantaran pada SK 173 tahun 1986 tentang kawasan hutan Riau --- --- berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan --- luas Areal Peruntukan Lain (APL) adalah 50,4%. (Lihat tabel di bawah).
"Kalau misalnya kebun sawit yang dipersoalkan, sawit booming di Riau antara tahun 1999-2010. Kalau kemudian ini dipersoalkan, berarti masih harus mengikuti SK 173 itu. Dan di SK itu kan sudah dibilang bahwa kawasan hutan yang ditunjuk musti ditatabatas dan dikukuhkan. Apakah ini ada dijalankan?" Sadino bertanya.
Pun kalau kemudian setelah SK 173 diganti dengan SK 7651 tahun 2011 tentang kawasan hutan Riau, tidak otomatis meniadakan yang sudah dimiliki masyarakat.
"Ini sesuai dengan Pasal 67 ayat (1) UU nomor 5 tahun 1986 junto UU nomor 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara," Sadino mengurai.
Yang pasti kata Sadino, persoalan klaim kawasan hutan sesungguhnya bukan persoalan sawit, atau persoalan tanaman lain, tapi justru persoalan hak atas tanah.
"Jadi jangan dipelintir bahwa ini seolah-olah masalah sawit saja, bukan. Tapi murni persoalan hak rakyat yang diklaim sepihak (kawasan hutan)," tegasnya.
Pada 11 Oktober 2021, Gubernur Riau, Syamsuar berkirim surat kepada Bupati dan Walikota yang ada di Riau.
Dalam surat bernomor 525/DLHK/2697 tentang Pendataan Kebun Kelapa Sawit di Dalam Kawasan Hutan itu, Syamsuar menyebut kalau dasar surat yang berisi 4 permintaan itu adalah Surat Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan nomor S.278/KUH/PPFKH/PLA.2/9/2021 tanggal 15 September 2021.
Kepada para Bupati dan Walikota, bekas Bupati Siak dua periode ini meminta;
1. Mempedomani ketentuan PP 24 tahun 2021 dan Inpres 8 th 2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktifitas perkebunan kelapa sawit, telah diinstruksikan untuk mengidentifikasi perkebunan kelapa sawit yang terindikasi berada dalam kawasan hutan, terutama yang belum mengajukan permohonan penyelesaian ke KLHK RI.
2. Sehubungan dengan hal tersebut diminta bantuan saudara untuk mengumpulkan data dan peta perkebunan (format shp)di wilayah saudara yang berada pada kawasan hutan, serta mendorong pemilik kebun agar mengajukan permohonan penyelesaian ke KLHK RI.
3. Data perkebunan sebagaimana tabel pada lampiran surat ini agar disampaikan kepada kami dalam waktu yang tidak terlalu lama sebagai bahan tindaklanjut arahan tersebut.
4. Perlu disampaikan bahwa penyelesaian kebun sawit dalam kawasan hutan selain akan memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha, juga berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat dan penerimaan negara dari PNBP kegiatan pemanfaatan hutan maupun denda administratif sesuai peraturan perundangan.
Mestinya surat gubernur itu kata Sadino memberikan ketenangan dan kepastian kepada masyarakat Riau, atas lahannya yang diklaim sebagai kawasan hutan.
"Masak masyarakat yang sudah turun temurun tinggal dan berusaha di tanahnya harus mengikuti ketentuan hukum kawasan hutan, dan tanpa sepengetahuan mereka lahan yang sudah turun temurun tadi, dimasukkan pula dalam klaim kawasan hutan, ini enggak bener," katanya.
Sadino juga mempertanyakan kalau perkampungan yang dalam memenuhi kebutuhannya lalu bertanam sawit, seolah-olah tidak boleh berkebun sawit.
"Enggak mungkin kepada masyarakat Riau ditanya izin penggunaan kawasan untuk kebun sawitnya dan enggak mungkin orang yang sudah turun temurun di sana, prosedurnya disamakan dengan korporasi," ujarnya.
Jadi lagi-lagi kata Sadino, surat gubernur itu harus bertujuan memberikan perlindungan kepada rakyatnya yang telah lama dikungkung dalam klaim kawasan hutan itu.
Bahwa setelah kayu habis dan banyak lahan kosong oleh kebijakan, rakyat disalahkan, ini juga tidak adil.
"Sudah saatnya hak masyarakat dipastikan dan dikembalikan melalui Surat Pak Gubernur ini, tentu dengan cara yang adil, demi masyarakat Riau," pintanya.
Fungsi dan luas kawasan hutan yang ditunjuk berdasarkan SK 173 tahun 1986 yang diteken menteri kehutanan saat itu; Seodjarwo
1. Hutan Lindung: 397.150 hektar
2. Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata: 451.240 hektar
3. Hutan Produksi Terbatas: 1.971.553 hektar
4. Hutan Produksi Tetap: 1.886.132 hektar
Jumlah : 4.686.075 hektar
5. Hutan Produksi Konversi dan Areal Penggunaan Lain: 4.770.085 hektar.







Komentar Via Facebook :