Berita / Nasional /
Oalah, Traceability Sawit RI Buruk, Turki Lari ke Malaysia
Jakarta, elaeis.co – Permasalahan legalitas lahan dan keterlacakan (traceability) menjadi batu sandungan bagi sawit Indonesia di pasar global.
Kepala Hubungan Internasional dan Pengembangan Manusia APKASINDO, Djono Albar Burhan, menyoroti situasi ini setelah kunjungannya ke Turki. Menurut Djono, mayoritas sawit yang masuk ke Turki saat ini justru berasal dari Malaysia, bukan Indonesia.
“Dari total satu juta metrik ton sawit yang diimpor ke Turki, 95 persen berasal dari Malaysia,” ungkap Djono dalam Diskusi Publik bertajuk 'Memperkuat Daya Saing Petani Kecil dalam Kerangka EUDR untuk Sawit Berkelanjutan', Selasa (14/10).
Fenomena ini, menurut Djono, mencerminkan menurunnya kepercayaan negara importir terhadap sawit Indonesia.
Salah satu faktor utama adalah masalah status kawasan hutan di dalam negeri, yang mempersulit keterlacakan komoditas.
“Banyak masyarakat yang memiliki hak legal seperti SHM, SKT, atau SKGR, tapi belakangan justru terindikasi berada di kawasan hutan. Ini menjadi sorotan serius dalam diskusi internasional,” katanya.
Djono menekankan bahwa penyelesaian persoalan legalitas lahan harus menjadi prioritas sebelum Indonesia menegaskan kepatuhan terhadap regulasi European Union Deforestation Regulation (EUDR).
“Traceability harus beres dulu di dalam negeri. Jangan sampai kita bicara EUDR di luar negeri, tapi di dalam negeri masih belum tuntas,” tegasnya.
Ia juga menyoroti sertifikasi seperti RSPO dan ISPO, yang menurutnya hanya bersifat pelengkap.
“Sertifikasi itu tidak bisa menggantikan regulasi EUDR. Malaysia memang mengklaim MSPO-nya diakui EUDR, tapi faktanya mereka lebih siap menghadapi pasar tanpa menimbulkan isu kawasan hutan,” ujarnya.
Perbandingan ini membuat sawit Malaysia lebih dipercaya di pasar internasional. Di Turki, Malaysia mampu menembus hampir seluruh pangsa impor karena pemerintah dan industri mereka tidak menghadapi polemik status lahan yang kompleks.
Indonesia, meski produsen terbesar dunia, harus menghadapi tantangan internal sebelum mampu bersaing efektif di luar negeri.
Djono menambahkan, fokus pada penyelesaian legalitas lahan dan penguatan sistem traceability menjadi kunci agar sawit Indonesia kembali dipercaya pasar global. Tanpa itu, negara produsen terbesar ini akan terus kehilangan peluang ekspor, sementara pesaing seperti Malaysia semakin unggul.
“Ini tamparan keras bagi pemerintah dan masyarakat. Kita harus segera menata legalitas lahan dan memperkuat keterlacakan produk agar sawit Indonesia kembali diterima di pasar global,” pungkas Djono.







Komentar Via Facebook :