https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Musim Dingin, Bisnis Kelapa Sawit di Akhir Tahun Makin Cuan

Musim Dingin, Bisnis Kelapa Sawit di Akhir Tahun Makin Cuan

Permintaan CPO bakal meningkat di akhir tahun seiring musim dingin di Eropa dan Amerika. Foto: Gapki.id


Bengkulu, elaeis.co - Bisnis kelapa sawit diprediksi akan terus bersinar hingga akhir tahun menyusul meningkatnya permintaan global.

"Kami perkirakan bisnis ini semakin baik, karena saat ini seluruh ekonomi mulai bergerak termasuk permintaan minyak sawit mentah atau CPO," kata Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu, Ricky Gunarwan, kemarin (5/11).

Diakuinya, harga CPO dan TBS tetap akan mengalami fluktuasi karena selama ini selalu mengikuti mekanisme pasar.

"Harga bahkan bisa dalam hitungan hari beberapa kali berubah. Namun secara umum, menjelang akhir tahun memang selalu ada tren perbaikan karena melonjaknya permintaan dari pabrik-pabrik eksportir minyak nabati," tuturnya.

Menurutnya, akhir tahun merupakan siklus musiman di mana sebagian besar negara di benua Eropa dan Amerika bakal melalui musim dingin. Pada situasi tersebut kebutuhan minyak nabati dipastikan meningkat, sementara di sisi lain produksi produk sejenis di negara-negara kawasan itu tak maksimal.

"Menurut kabar dari pelelangan internasional terakhir, saat ini minyak nabati dari Eropa sudah sedikit berproduksi. Mereka sudah mengonsumsi stok dari bulan-bulan sebelumnya. Untuk menutupi kebutuhan, mereka mau tak mau akan mengimpor dari beberapa negara penghasil CPO, termasuk Indonesia," paparnya.

Dari kondisi itu, dia meyakini kelapa sawit yang mencapai puncak masa panen Oktober lalu akan terserap oleh perusahaan-perusahaan pengolahan. 

"Akhir tahun memang bisa menjadi masa puncak petani sawit. Saat produksi mereka meningkat, harga juga dalam tren membaik karena permintaan yang melonjak," ungkapnya.

Meski terdapat potensi peningkatan harga dari sisi makro, sawit petani di Bengkulu masih mungkin untuk mengalami pelemahan harga. Penyebabnya adalah jarak dari kebun ke pabrik yang relatif terlalu jauh.

"Sementara infrastruktur jalan masih menjadi hambatan distribusi. Belum lagi jika saat cuaca yang kurang mendukung," imbuhnya.

Lamanya proses distribusi itu, katanya, dapat meningkatkan kadar lemak jenuh dari hasil olahan sawit. Penurunan kualitas tersebut bakal menurunkan nilai jual di perusahaan.

"Idealnya, jarak dari pemetikan TBS menuju lokasi transaksi maksimal 24 jam. Di Bengkulu, masih banyak ditemui sampai dua hari untuk pengiriman," tutupnya.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :