Berita / Nasional /
Model ‘All New Instiper’ Diluncurkan, Jawaban atas Krisis SDM Industri Sawit Nasional
Rektor Instiper, Harsawardana.
Yogyakarta, elaeis.co – Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta resmi memperkenalkan model pendidikan terbaru bertajuk All New Instiper, sebuah langkah besar yang digadang-gadang menjadi jawaban atas krisis sumber daya manusia (SDM) terampil di industri sawit nasional.
Peluncuran konsep baru ini dilakukan dalam Workshop Sumber Daya Manusia Industri Perkebunan Kelapa Sawit, Selasa (9/12), dan langsung menarik perhatian para pelaku industri yang selama ini mengeluhkan minimnya tenaga siap kerja di sektor perkebunan.
Rektor Instiper, Harsawardana, menegaskan bahwa dunia perkebunan telah bergerak ke level yang jauh lebih kompleks. Industri tidak lagi cukup mengandalkan teori atau pemahaman dasar budidaya, karena dinamika lapangan menuntut lulusan yang terampil, mampu bekerja efektif sejak hari pertama, dan memiliki karakter kuat untuk bertahan di dunia kebun yang keras dan berubah cepat.
Menurutnya, Instiper sejak era STIPER dikenal sebagai kampus pencetak SDM siap kerja, namun kebutuhan industri hari ini memaksa institusi pendidikan untuk melompat lebih jauh.
“Industri sawit sedang menghadapi gap kompetensi yang nyata. Kami ingin memastikan lulusan Instiper tidak hanya nyetel di kebun, tetapi menjadi penggerak perubahan,” ujarnya.
Harsawardana mengingatkan bahwa kualitas SDM menjadi pembeda utama antara negara maju dan negara berkembang.
Banyak negara tanpa sumber daya alam melimpah ternyata bisa melesat karena memiliki kualitas manusia yang unggul. Indonesia, dengan lebih dari 16 juta hektare lahan sawit dan status sebagai produsen minyak nabati terbesar dunia, seharusnya mampu berada di posisi yang lebih kuat bila ditopang tenaga kerja yang kompeten dan adaptif.
Peluncuran All New Instiper ini menjadi respons langsung terhadap tuntutan industri, terutama di tengah regulasi global yang semakin ketat terkait keberlanjutan, efisiensi produksi, dan digitalisasi kebun.
Model pendidikan baru tersebut menyatukan pembelajaran berbasis proyek, praktik lapangan yang lebih intensif, magang jangka panjang, pendekatan teaching factory, serta kolaborasi riset dengan perusahaan perkebunan nasional dan internasional.
Dengan kombinasi itu, Instiper ingin menciptakan lulusan yang memahami kebun bukan dari teori belaka, melainkan dari interaksi langsung dengan masalah-masalah lapangan yang nyata.
Harsawardana menyebut bahwa mahasiswa akan dilatih untuk memahami bagaimana teknologi digital, sensor kebun, mekanisasi, dan sistem data kini menjadi bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan perkebunan modern.
Transformasi ini menuntut tenaga teknis, agronom, dan manajer lapangan yang tidak hanya paham agronomi, tetapi juga bisa mengelola efisiensi, keberlanjutan, dan analisis data secara bersamaan.
Instiper ingin memastikan mahasiswanya mampu menjawab tuntutan itu dengan pendekatan pembelajaran yang lebih kontekstual, praktis, dan relevan.
Meski demikian, Ia menegaskan bahwa DNA STIPER tetap menjadi fondasi utama: lulusan harus siap bekerja, berkarakter kuat, dan tahan banting.
Keunggulan itu akan diperkuat dan diperluas melalui kurikulum baru yang menempatkan inovasi, integritas, dan kemampuan memecahkan masalah sebagai inti pendidikan. Dunia kerja, menurutnya, tidak hanya mencari tenaga yang bisa menjalankan instruksi, tetapi individu yang mampu menciptakan terobosan.
Dengan momentum ini, Instiper berharap dapat mengambil peran lebih besar dalam pengembangan SDM perkebunan nasional. Harsawardana menargetkan kampusnya menjadi pusat rujukan nasional SDM agroindustri berbasis tropis, bukan hanya sawit.
Ia menutup pernyataannya dengan pesan sederhana namun kuat: sumber daya alam bisa habis, tetapi sumber daya manusia yang dibangun dengan benar akan menjadi kekuatan yang tidak pernah padam dan memastikan masa depan industri sawit Indonesia tetap kokoh di tengah persaingan global.






Komentar Via Facebook :