https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Minyak dan Lemak Nabati Harus Dimanfaatkan untuk Jaga Kedaulatan Energi Nasional

Minyak dan Lemak Nabati Harus Dimanfaatkan untuk Jaga Kedaulatan Energi Nasional

Prof Dr I Gusti Bagus Ngurah Makertihartha. foto: Hanifa Juliana 


Bandung, elaeis.co - Tiga guru besar ITB dari tiga fakultas berbeda menyampaikan orasi ilmiah dalam Forum Guru Besar ITB yang digelar di Aula Barat ITB, Sabtu (16/9) lalu. Salah satunya Prof Dr I Gusti Bagus Ngurah Makertihartha dari KK Teknologi Reaksi Kimia dan Katalis FTI ITB yang membawakan orasi ilmiah berjudul “Bahan Bakar Nabati untuk Kedaulatan Energi Nasional”.

Sejak menjadi staf akademik Teknik Kimia ITB pada tahun 1988 hingga sekarang, dia kerap melakukan penelitian di bidang teknologi reaksi kimia dan teknologi proses produksi bahan bakar nabati. Dari kedua bidang tersebut, dia telah menerbitkan 2 buku, 69 makalah dalam bentuk jurnal/prosiding nasional hingga internasional, serta 4 paten nasional.

Makertihartha mengatakan, bahan bakar fosil khususnya minyak bumi dan turunannya hingga kini masih mendominasi penggunaan energi dunia. Tren ini diprediksi akan terus berlanjut setidaknya hingga 30 tahun ke depan. Pada tahun 2020, Energi Baru dan Terbarukan (EBT) hanya mampu menyumbang 10% dari total konsumsi energi dunia dan diprediksi akan mencapai 50 persen pada tahun 2050.

"Terkait hal ini, Indonesia sebagai salah satu negara pengimpor bahan bakar fosil terbesar di dunia perlu menerapkan langkah-langkah progresif dalam pengembangan EBT untuk menjaga ketahanan dan kedaulatan energi nasional," katanya dalam keterangan resmi ITB, dikutip Minggu (24/9).

Target tersebut bukan hal yang mustahil mengingat Indonesia adalah produsen minyak nabati terbesar di dunia. Fakta ini dibuktikan dengan capaian produksi minyak sawit dan minyak inti sawit yang secara berturut-turut mencapai 51,3 juta ton dan 4,441 juta ton pada tahun 2022. Hal ini, menurut Prof. Makertihartha, menunjukkan potensi dan kapasitas Indonesia untuk melakukan substitusi bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang bersumber dari minyak dan lemak nabati.

“Memanfaatkan sumber daya minyak nabati akan memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional,” ujarnya.

Di ITB sendiri terdapat dua aspek pengembangan yang difokuskan dalam mengembangkan teknologi konversi bahan bakar nabati, yaitu pengembangan teknologi katalis dan pengembangan teknologi proses konversi. Dalam hal ini, Laboratorium Teknologi Reaksi Kimia dan Katalisis (Lab. TRKK) dan Pusat Rekayasa Katalisis (PRK) ITB telah menjalin kerja sama dengan berbagai institusi penelitian dan industri nasional untuk mengembangkan energi berbasis bahan nabati dari minyak sawit dan minyak inti sawit.

Teknologi proses konversi minyak nabati menjadi bahan bakar nabati yang dikembangkan di ITB saat ini meliputi pengembangan proses produksi biodiesel melalui proses trans-esterifikasi; proses produksi diesel biohidrokarbon dan avtur biohidrokarbon (bioavtur) melalui proses hidrodeoksigenasi maupun hidrodekarboksilasi; proses produksi campuran bahan bakar biohidrokarbon melalui proses hidrolisis, saponifikasi, dan dekarboksilasi; dan proses perengkahan minyak sawit menjadi bensin sawit.

Sementara itu, proses pengembangan katalis dimulai dari skala laboratorium sebelum akhirnya diproduksi dalam skala pilot maupun komersial. Sintesa katalis dimulai dari proses eksploratif di dalam laboratorium untuk mendapat katalis yang aktif berdasarkan uji karakteristik dan aktivitas. Jika hasil pengujian tidak sesuai dengan target, maka sintesa katalis akan diulang kembali dari proses formulasi ataupun perbaikan prosedur sintesa yang digunakan.

Pengembangan yang terus dilakukan hingga sekarang diharapkan mampu mendorong substitusi bahan bakar fosil menjadi bahan bakar nabati yang tidak hanya berasal dari kelapa sawit, namun juga berbagai jenis minyak dan lemak nabati. ITB sebagai pusat kepakaran dalam bidang iptek dan kerekayasaan dapat menjadi agen pengembangan di bidang energi baru dan terbarukan ini.

“Proses pengembangan yang telah dimulai dan sedang dilakukan ini pada gilirannya akan menjadi salah satu riak kecil dari gelombang besar perubahan global menuju pada bioekonomi yang berkelanjutan,” pungkasnya.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :