Berita / Sumatera /
Menteri LH Pimpin Restorasi Ekosistem TNTN, Bagaimana Nasib Warga?
Menteri LH Hanif Faisol bersama warga yang tinggal di kawasan TNTN. foto: MC Riau
Jakarta, elaeis.co — Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, melakukan kunjungan kerja langsung ke Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) sebagai langkah percepatan program restorasi ekosistem kawasan konservasi di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
Langkah ini menjadi bagian dari komitmen nasional untuk memulihkan ekosistem hutan tropis dataran rendah Sumatera yang sangat kritis, sekaligus melindungi habitat satwa liar endemik seperti gajah dan harimau Sumatera.
Restorasi ekosistem TNTN dipimpin langsung oleh Menteri LH/Kepala BPLH bersama Tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), yang bertugas berdasarkan Berita Acara “Penyerahan Kawasan Hutan Hasil Penguasaan Kembali” dari Jaksa Agung RI pada tanggal 9 Juli Tahun 2025 sebagai tindak lanjut arahan dari Menteri Pertahanan Pertahanan RI selaku Ketua Pengarah Satgas PKH.
Proses pemulihan ini dilaksanakan secara kolaboratif dengan melibatkan TNI/Polri, pemerintah daerah, masyarakat lokal, tokoh adat, akademisi, dan organisasi lingkungan.
“Langkah kunker ini dilakukan untuk mendapatkan kondisi lapangan sebenarnya. Kami tidak ingin bekerja hanya dari kantor. Kami turun langsung ke lapangan, melihat dari udara, dan berdialog dengan masyarakat. Karena restorasi bukan hanya tentang menanam pohon, tapi menata ulang kehidupan,” jelas Menteri Hanif dalam siaran pers dikutip Jumat (18/7).
Dalam peninjauan udara yang dilakukan bersama Gubernur Riau, Abdul Wahid dan Bupati Pelalawan, Zukri, tampak bahwa sekitar 70.000 hektare dari total 81.793 hektare kawasan TNTN telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.
Menanggapi kondisi tersebut, pemerintah menegaskan bahwa pendekatan restorasi akan dijalankan secara persuasif dan adil. Hak hidup masyarakat yang telah lama bermukim tetap dihormati, namun penegakan hukum akan dilakukan terhadap praktik ilegal yang merusak kawasan.
“Kami sadar masyarakat sudah hidup dan berbudaya di sana. Maka pendekatan yang kami pilih adalah kolaboratif dan berkeadilan. Namun bila ada pihak yang menunggangi situasi demi kepentingan ilegal, aturan akan ditegakkan secara tegas dan terukur,” tegasnya.
Warga menyambut baik program ini, dengan catatan adanya kepastian hukum dan jaminan penghidupan. Sebagai tindak lanjut, pemerintah menyiapkan program pelatihan, serta kemitraan konservasi berbasis agroforestri. Restorasi ini juga akan membuka lapangan kerja melalui model padat karya, penanaman kembali spesies endemik, dan patroli berbasis komunitas yang memberdayakan warga lokal.
Setelah melakukan kunker, Hanif memimpin rapat koordinasi lintas sektor di Kantor Gubernur Riau. Rapat tersebut dihadiri oleh Gubernur, DPRD Provinsi Riau, Pangdam I/Bukit Barisan, Kapolda Riau, Pemkab Pelalawan, Balai Taman Nasional Tesso Nilo, dan Satgas PKH. Hasil rapat menyepakati pembentukan Tim Restorasi Terpadu TNTN yang bekerja dengan prinsip satu peta, satu data, dan satu strategi. Tim ini akan menyusun rencana teknis, pemetaan sosial, penguatan kelembagaan, hingga pengawasan berbasis teknologi.
“Restorasi Ekosistem Taman Nasional Tesso Nilo bukan hanya penting untuk Riau, tapi juga untuk lingkungan global. Ini soal tanggung jawab sejarah kita menjaga ekosistem terakhir di Sumatera Tengah,” kata Gubernur Riau, Abdul Wahid.
DPRD Riau turut menyatakan komitmen untuk mengawal restorasi melalui kebijakan anggaran daerah dan integrasi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Pemerintah pusat mendorong agar seluruh regulasi hutan selaras antar-tingkatan agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan yang dapat menghambat pemulihan kawasan..
Rapat juga menyepakati pendekatan hukum dua jalur: penegakan tegas terhadap pelaku perusakan skala besar, serta pendekatan kemitraan dengan masyarakat kecil yang terdampak, guna memastikan restorasi berjalan adil dan inklusif.
Strategi restorasi ekosistem TNTN juga disesuaikan dengan kondisi aktual di lapangan, meliputi: perlindungan hutan primer sebagai zona konservasi penuh; pemulihan hutan sekunder melalui penanaman lokal dan teknik rehabilitasi ekologis; serta pengelolaan lahan eks-sawit dengan skema agroforestri adaptif yang memperkuat fungsi lingkungan dan ekonomi masyarakat.
TBTN bukan sekedar kawasan lindung, tetapi ruang hidup bagi ribuan habitat utama satwa endemik Sumatera. KLH/BPLH membuka ruang seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat, akademisi, pelaku usaha, komunitas adat, dan pemuda. Inisiatif seperti adopsi pohon, restorasi partisipatif, pelatihan lingkungan, serta kontribusi pendanaan menjadi bagian penting dari gerakan bersama ini.
“Kami sedang menata ulang cara kita menjaga alam. Ini bukan pekerjaan pemerintah saja, tapi tugas kebangsaan. Negara akan selalu hadir di TNTN untuk menegakkan keadilan ekologis dan keadilan sosial,” tutupnya.







Komentar Via Facebook :