Berita / Pojok /
Mengurai Pohon Masalah Kasus Wadas
Ahmad Zazali, Ketua Pusat Hukum dan Resolusi Konflik (PURAKA). Foto: Ist.
Jakarta, elaeis.co - Berkat dorongan banyak pihak, proses dialog dalam mengurai benang kusut kasus Wadas akhirnya dimulai. Antara lain oleh Komnas HAM RI, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan ormas NU melalui GP Ansor. Pihak-pihak tersebut mengambil peran langsung mengedepankan dialog rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus Wadas. Dari dialog-dialog itu diharapkan bisa ditemukan kesepakatan yang memenuhi kepentingan dan kebutuhan para pihak.
Presiden Jokowi melalui Kantor Staf Ppresidenan (KSP) juga telah memberi sinyal kuat mendorong terjadinya evaluasi dan dialog yang humanis. Jokowi sendiri memiliki rekam jejak yang baik dalam meresolusi masalah dengan pendekatan dialogis ketika menjadi Wali Kota Solo.
Terlepas dari pihak mana yang melakukan dialog, analisa pohon masalah bisa digunakan untuk menentukan ke arah mana dialog sebaiknya diarahkan. Saya mencoba membuat analisa berdasarkan pemahaman dari berbagai sumber yang mengemuka ke permukaan selama ini.
Analisa dimulai dari identifikasi akar pohon masalah. Sumber atau penyebab konflik Wadas yang kita identifikasi sebagai akar pohon adalah dimulai dari kebutuhan bahan baku untuk pembangunan Bendungan Benar sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Wadas kemudian ditetapkan sebagai penyedia batuan andesit untuk bahan baku pembangunan bendungan. Namun komunikasi antara para pihak tidak terbangun dengan baik.
Akar-akar masalah itu kemudian membentuk isu atau masalah utama yang kita identifikasi sebagai batang pohon. Masalah utama ini terkait sengketa tata kuasa, tata kelola, dan tata manfaat, atas sumber daya lahan/tanah.
Karena isu atau masalah utama ini tidak dibicara dengan baik, muncul resistensi dan perlawanan dari kelompok masyarakat yang khawatir kehilangan hak, kehilangan manfaat ekonomi, nilai-nilai sosial, dan jasa lingkungan.
Sumbatan komunikasi semakin mengental ketika dialog setara untuk memecahkan kekhawatiran masyarakat yang menolak ganti rugi tidak terbangun. Inilah yang memicu letupan atau memberikan dampak yang sama-sama tidak diinginkan.
Ekses ini diidentifikasi sebagai cabang-cabang pohon dan daun-daun pohon, yakni perpecahan di internal masyarakat menjadi kubu pro dan kontra, resistensi yang tinggi berupa aksi-aksi kampanye dan mobilisasi, serta tindakan represif sebagai tekanan balik terhadap aksi-aksi yang dilakukan oleh kelompok kontra.
Cabang dan daun pohon masalah itu menimbulkan dampak lanjutan berupa adanya trauma, amarah, sakit hati, bahkan mungkin juga dendam di kedua belah kubu. Juga adanya persepsi negatif terhadap aparat dan pemerintah.
Pertanyaannya sekarang, sudahkah dialog yang terbangun sampai saat ini bisa mengurai pohon masalah secara keseluruhan? Apakah sumber atau penyebab konfilk (akar pohon) dan isu atau masalah utama (batang pohon) sudah terpecahkan? Atau jangan-jangan hanya bisa menyelesaikan dampak-dampak atau cabang-cabang dan daun-daun pohon masalah.
#salamdamaiharmoni
#SalamPancasila
Ahmad Zazali
Pratisi Mediator Resolusi Konflik dan Ketua Pusat Hukum dan Resolusi Konflik (PURAKA)







Komentar Via Facebook :