Berita / Nusantara /
Membahayakan Kesehatan, Penggunaan Minyak Jelantah Harus Diatur
Ilustrasi minyak jelantah (Hipwee.com)
Medan, Elaeis.co - Konsumsi minyak goreng di Indonesia terus meningkat. Tahun 2019 konsumen menyerap sekitar 13 juta ton atau 16,2 juta kiloliter (kl) minyak goreng, setahun kemudian meningkat menjadi 22 juta ton.
Berbanding lurus dengan konsumsi, minyak goreng bekas atau minyak jelantah juga bertambah banyak. Sayangnya, hingga kini belum ada regulasi yang mengatur penggunaan minyak jelantah.
“Kesehatan masyarakat menjadi taruhan, apalagi masyarakat Indonesia suka sekali mengkonsumsi goreng-gorengan,” kata Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Bernard Riedo, dalam webinar bertajuk ‘Kupas Tuntas Regulasi Minyak Jelantah dari Aspek Tata Niaga dan Kesehatan’, Rabu (23/6).
Dalam webinar yang diikuti lebih dari 500 orang itu, Bernard Riedo mendesak agar pemerintah mengeluarkan regulasi yang melarang penggunaan jelantah untuk bahan pangan. “Tapi bisa untuk keperluan lain, misalnya biodiesel,” tukasnya.
Direktur Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman, menduga, penggunaan minyak jelantah di pasar ditaksir mencapai 16 sampai 22 persen. “Namun ada kecenderungan turun,” katanya.
“Sudah ada yang diekspor ke sejumlah negara untuk dijadikan biodiesel,” tambahnya.
Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, mengibaratkan minyak jelantah seperti pisau bermata dua. “Kalau dipakai berulang akan menimbulkan penyakit seperti kanker, alzheimer, dan lainnya. Tapi itulah orang kita, semakin beracun justru semakin diminati. Sama kayak rokok,” ujarnya.
Ia mendesak pemerintah segera mengkategorikan jelantah sebagai limbah B3 agar tidak dipakai ulang untuk makanan. Ia juga mendesak lembaga keagamaan yang berwenang agar mengharamkan pemakaian jelantah untuk bahan pangan. “Karena bisa membahayakan kesehatan,” katanya.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Rita Endang, mengakui BPOM telah berulang kali menemukan penyalahgunaan minyak jelantah terutama oleh kalangan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). “Dipakai berulang kali. Mungkin itu terjadi karena mahalnya minyak goreng kemasan,” ucapnya.
Menurutnya, BPOM sudah melarang penggunaan minyak jelantah sebagai bahan pangan, namun lembaga tersebut tidak memiliki kewenangan pengawasan dan penindakan terkait penggunaannya. “Minyak jelantah adalah limbah produksi, bukan bahan pangan. Pengawasan penggunaannya bukan menjadi tugas pokok dan fungsi BPOM,” jelasnya.







Komentar Via Facebook :