Berita / Nusantara /
Maunya Eddy Hingga 'Korban Perintah' BPDPKS
anggota komisi IV DPR, Riezky Aprilia. foto: tangkapan layar.
Jakarta, elaeis.co – Kalau saja tidak kenyang makan 'asam garam', bisa jadi lelaki 69 tahun ini sudah stress dan bahkan emosi lantaran diomeli oleh sejumlah anggota Komisi IV DPR.
Tapi sepanjang hampir 2,5 jam rapat kerja (raker) itu, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini tetap tenang menjelaskan dan bahkan di 30 menit terakhir, lelaki ini nampak beberapa kali melempar senyum. Sumringah.
Begitulah yang kelihatan tiga hari lalu, saat manajemen BPDPKS diundang untuk ngomong panjang lebar soal duit sawit yang bersumber dari Pungutan Ekspor di ruang rapat komisi IV itu.
Eddy Abddurrachman tidak datang sendirian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan RI 2002-2006 ini ditemani dua orang direkturnya; Direktur Penghimpunan Dana, Sunari dan Direktur Keuangan, Umum, Kepatuhan dan Manajemen Risiko, Zaid Burhan Ibrahim.
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 2008-2014 kena omeli lantaran para wakil rakyat itu menengok, porsi duit sawit untuk petani, teramat kecil ketimbang untuk korporasi. Sudahlah porsi duitnya sangat kecil, aturan mainnya pun teramat sulit.
Baca juga: Giliran Buat Petani Sawit, Komisi IV: Duitnya Sikit, Ambilnya Sulit...
Sesungguhnya Eddy sangat mahfum dengan semua yang dirasakan oleh para petani kelapa sawit itu. Tapi dia dan teamnya bisa apa? Sebab semua aturan main terkait penggunaan duit Pungutan Ekspor (PE) yang dihimpun oleh lembaga yang dia komandani itu, bukan dia yang mengatur.
Tapi oleh 11 komite pengarah yang tiga diantaranya adalah dari kalangan profesional. Salah satunya dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo).
Lalu yang delapan lagi adalah perwakilan kementerian yang dikomandoi oleh Menteri Koordinator Bidang Ekonomi.
Dirut BPDPKS. Eddy Abdurrachman. foto: tangkapan layar
Adapun tujuh kementerian yang dikomandoi oleh Kemenko Ekonomi ini adalah; Kementerian Pertanian, Keuangan, Perindustrian, Perdagangan, Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), BUMN dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
“Pengalokasian anggaran, ditetapkan oleh Komite Pengarah, kami hanya mengelola dan menjalankan kebijakan. Kalau saya yang atur mah, akan saya serahkan kepada rakyat, wong saya ini anak rakyat," ujar Eddy.
Tapi apa daya, lantaran terikat oleh aturan main yang sudah ada, aturan itulah yang kata Eddy musti dia jalankan.
Misalnya soal pelatihan bagi petani sawit. Semua aturan mainnya berasal dari Kementerian Pertanian. "Misalnya yang 500 an orang itu, semua aturannya dari Kementerian Pertanian, termasuk pesertanya. Enggak bisa seenak saya sendiri, misalnya saya rekrut dari kampung saya Bondowoso, enggak bisa," ujarnya tertawa.
Intinya kata Eddy, semua yang dia jalankan bersama anak buahnya, bersumber dari Komite Pengarah tadi dan semua itu diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Salah sedikit saja, misalnya nomor kependudukan salah, pemeriksa akan menyuruh mengembalikan duit Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Begitulah ketatnya.
Pun aturan main tadi sudah betul-betul dijalankan, tetap saja Aparat Penegak Hukum (APH) mengincar BPDPKS.
"Direktur saya ini hampir tiap bulan dipanggil APH," katanya sambil menunjuk Sunari yang duduk di sebelah kanannya.
Mendengar semua yang diomongkan oleh Eddy tadi, anggota komisi IV asal Sumatera Selatan, Riezki Aprilia, nampak maklum dengan apa yang dihadapi dan dialami Eddy.
Perempuan 39 tahun ini malah mengistilahkan Eddy cs adalah Korpri (Korban Perintah). Sebab BPDPKS sendiri enggak punya kekuatan apa-apa; tidak punya aturan operasional sendiri.
Sementara sawit enggak bisa dilepaskan dari masalah kawasan hutan, konflik. "Tengok di Jambi, Sumsel, Kalimantan, kalau BPDPKS ini bisa leluasa bergerak, urusan kawasan hutan itu saya pikir akan beres itu," katanya.
Untuk itulah kata Riezki, kalau memang mau serius, BPDPKS ini sebaiknya dibahas dalam sebuah panitia khusus. Dibuatkan aturan operasionalnya.







Komentar Via Facebook :