https://www.elaeis.co

Berita / Bisnis /

Masih Ada Anggota GAPKI Enggan Melakukan Replanting

Masih Ada Anggota GAPKI Enggan Melakukan Replanting

Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono. Foto: Taufik Alwie


Jakarta, elaeis.co - Sikap enggan menyegerakan peremajaan tanaman sawit tidak hanya dilakoni kalangan petani sawit rakyat. Ternyata di lingkungan pengusaha sawit yang bernaung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), juga masih ada yang suka menunda-nunda peremajaan tanaman atau replanting.

“Ya, ada anggota GAPKI seperti itu, belum melakukan replanting, padahal tanamannya sudah tua-tua, di atas 25 tahun,”  ujar Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, kepada elaeis.co, usai menjadi pembicara dalam seminar yang diselenggarakan ASPEKPIR dalam rangka Rakernas asosiasi petani sawit tersebut di Jakarta, Selasa, 29 April 2025.

Alasan penundaan, menurut Eddy, mirip dengan alasan petani sawit. Yaitu, tanaman yang sudah tua tersebut dinilai masih menghasilkan, meskipun produktivitasnya menurun, sehingga masih dibiarkan tumbuh sampai beberapa waktu ke depan.

Namun, Eddy meyakini bahwa mereka akan segera menyadari pentingnya secepatnya melakukan replanting. “Mereka tentu sadar kalau tanaman yang sudah tua, di atas 25 tahun, produksinya terus semakin menurun meski diberi pupuk apa pun, berapa pun,” katanya.

Ia mengakui, saat replanting praktis produksi kebun akan menurun sementara, yang biasanya menjadi faktor penundaan di kalangan pengusaha tertentu. Tapi hanya dalam waktu sekitar 2-2,5 tahun, itu segera tergantikan dengan tanaman yang menghasilkan produksi jauh lebih tingggi, karena menggunakan bibit lebih berkualitas. Jadi akan jauh lebih menguntungkan.

Eddy memaparkan, saat ini hampir semua anggota GAPKI melakukan replanting sebanyak 4-5% per tahunnya dari total  3-4 juta hektare tanaman yang memasuki masa replanting. Angka 4-5% dianggap cukup ideal, karena tidak sampai mengganggu cashflow perusahaan.

“Mereka melakukannya (replanting) secara disiplin, kalau tidak, mereka akan mendapat problem ke depannya, produksi mereka akan hancur,” kata Eddy pula.

Karena itu Eddy  tidak terlalu mengkhawatirkan persoalan replanting di lingkungan anggota GAPKI. Ia justru menaruh perhatian besar terhadap program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang pelaksanaannya belum menggembirakan. Dari target 180.000 hektare per tahun, baru mencapai kurang dari 30%.

Bahkan kendati dana bantuan PSR telah dinaikkan per September tahun lalu menjadi Rp 60 juta per hektare dari sebelumnya hanya Rp 30 juta per hektare, dan target diturunkan menjadi 120.000 hektare per tahun, toh belum mencapai target juga.

Data dari BPDP menyebutkan, tahun 2024 hanya mencapai 38.244 hektare. Sedangkan triwulan di awal 2025 baru mencapai 11.777 hektare. Tampaknya masih akan sulit untuk mencapai angka 120.000 hektare sampai akhir tahun nanti.

Kendalanya, selain keengganan petani menumbangkan pohon sawitnya lantaran merasa masih bisa menghasilkan, juga tersebab persoalan teknis dan administrasi yang membuat dana PSR tidak turun.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :