https://www.elaeis.co

Berita / Internasional /

Masa Depan Sawit di Eropa, EUDR vs CEPA, Mana yang Lebih Penting?

Masa Depan Sawit di Eropa, EUDR vs CEPA, Mana yang Lebih Penting?

Dubes RI untuk Belgia dan Uni Eropa, Andri Hadi.


Jakarta, elaeis.co - Masa depan ekspor sawit Indonesia ke Eropa kini tengah berada di persimpangan kebijakan. 

Dubes RI untuk Belgia dan Uni Eropa, Andri Hadi, memaparkan perkembangan terbaru seputar European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang akan memengaruhi perdagangan minyak sawit.

Pada 23 September 2025, Komisi Eropa mengusulkan penundaan implementasi EUDR selama 12 bulan hingga Desember 2026 karena sistem IT belum siap. 

Namun, sejumlah perusahaan global seperti Nestle, Ferrero, dan Olam Agri justru mengkritik langkah ini. Mereka sudah berinvestasi sejak awal untuk mematuhi regulasi keberlanjutan.

Jika penundaan disetujui, usaha kecil dan mikro mendapat masa transisi hingga 30 Desember 2026. Sementara itu, usaha menengah dan besar tetap wajib patuh mulai Desember 2025, dengan tambahan enam bulan untuk verifikasi resmi. Keputusan final diperkirakan akan rampung sebelum sidang pleno Komisi Eropa pada 15 Desember 2025.

Di tengah tarik-ulur EUDR, Indonesia baru saja menuntaskan perundingan Indonesia–EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) setelah hampir satu dekade. 

Perjanjian ini menghapus hingga 98 persen tarif, membuka akses bagi 90,4 persen ekspor Indonesia, dan menyertakan Palm Oil Protocol khusus. Sektor sawit, perikanan, tekstil, farmasi, dan teknik logam menjadi yang paling diuntungkan.

Andri Hadi menegaskan bahwa CEPA bukanlah pengganti EUDR. “CEPA menjadi platform untuk menegaskan bahwa perdagangan dan keberlanjutan harus berjalan paralel,” ujarnya. 

Artinya, meski tarif ekspor lebih rendah dan akses pasar lebih luas, perusahaan Indonesia tetap harus memenuhi standar keberlanjutan EUDR.

Bagi pelaku industri sawit, kondisi ini menuntut strategi ganda yakni memanfaatkan peluang dari CEPA untuk memperluas ekspor, sekaligus menyiapkan sistem dan prosedur agar tetap patuh pada EUDR. Kesiapan ini termasuk pencatatan rantai pasok, sertifikasi kebun, dan verifikasi dokumen lingkungan.

Menurutnya, kombinasi CEPA dan EUDR bisa menjadi peluang sekaligus tantangan. CEPA memberi insentif ekonomi melalui pengurangan tarif, sementara EUDR memastikan sawit Indonesia dipandang sebagai produk berkelanjutan. 

Dengan pendekatan yang tepat, ekspor sawit ke Eropa tidak hanya bertahan, tapi juga bisa semakin kompetitif di tengah persaingan global.

Di ujungnya, masa depan sawit Indonesia di Eropa akan ditentukan oleh kemampuan industri domestik menyeimbangkan kepatuhan keberlanjutan dan pemanfaatan peluang perdagangan. 

Dua kebijakan ini tidak bisa dipandang secara terpisah, EUDR dan CEPA justru harus dijalankan secara paralel agar sawit Indonesia tetap dicari dunia.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :