https://www.elaeis.co

Berita / Kalimantan /

Magnet Sawit dan Batu Bara Maloy Bikin Investor Jepang Rogoh Rp1,2 Triliun

Magnet Sawit dan Batu Bara Maloy Bikin Investor Jepang Rogoh Rp1,2 Triliun


Kaltim, elaeis.co - Kawasan Transmigrasi Maloy-Kaliorang, Kalimantan Timur, tengah jadi buah bibir. Bukan tanpa alasan, perusahaan asal Jepang, LX International, resmi menggelontorkan investasi fantastis senilai Rp1,2 triliun. Potensi besar sawit dan batu bara di kawasan ini jadi magnet utama yang tak terbantahkan.

Langkah besar ini diumumkan usai pertemuan Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman dengan jajaran LX International di Osaka, Jepang, Senin (29/9). 

Dalam keterangannya, Iftitah menekankan bahwa keterlibatan investor asing di kawasan transmigrasi adalah bagian dari strategi pemerintah mendorong pembangunan daerah terpadu.

Namun, ia mengingatkan bahwa kehadiran modal asing tidak boleh menggeser kepentingan rakyat. “Alhamdulillah, dari 3.800 tenaga kerja yang ada di kawasan transmigrasi Maloy-Kaliorang, 80 persen di antaranya adalah masyarakat lokal. Inilah yang kita kehendaki, agar rakyat menjadi prioritas,” ujarnya.

Maloy-Kaliorang memang bukan kawasan biasa. Wilayah ini sejak lama dikenal menyimpan cadangan sumber daya alam yang melimpah. 

Perkebunan sawit di kawasan ini menjanjikan peluang agroindustri skala besar, sementara potensi batu bara menjadi tulang punggung energi sekaligus komoditas ekspor bernilai tinggi.

Kombinasi dua komoditas strategis ini menjadikan Maloy-Kaliorang sebagai primadona baru bagi investor global. Bagi Jepang, investasi ini bukan hanya tentang keuntungan, melainkan juga akses terhadap sumber energi dan bahan baku berkelanjutan.

“Investasi ini bukti nyata bahwa Maloy punya daya tarik kelas dunia. Jika dikelola dengan tepat, manfaatnya bisa berlipat ganda, baik untuk negara maupun masyarakat,” kata Iftitah.

Tak hanya Jepang, Negeri Jiran Malaysia juga tak mau ketinggalan. Rencana mereka cukup ambisius: membangun bandara baru melalui skema Build Operate and Transfer (BOT). Untuk kebutuhan itu, lahan seluas 75 hektare di kawasan transmigrasi sudah diincar. Setelah masa konsesi selesai, bandara ini akan diserahkan kepada negara.

Kehadiran bandara jelas akan meningkatkan aksesibilitas kawasan Maloy-Kaliorang. Infrastruktur transportasi udara ini diperkirakan akan mempercepat arus barang, tenaga kerja, hingga memperkuat daya tarik kawasan bagi investor global lainnya.

Menyadari besarnya minat investor, Kementerian Transmigrasi menyiapkan Project Facilitation Office (PFO). Unit ini akan membantu investor melakukan koordinasi lintas kementerian, termasuk dengan Kementerian Investasi, ESDM, Kehutanan, Perdagangan, hingga Luar Negeri.

“Dunia usaha harus berjalan beriringan dengan masyarakat. Kita butuh investor, tapi jangan sampai rakyat kita ditinggalkan. Investasi harus merangkul tenaga kerja lokal agar kesejahteraan mereka meningkat,” tegas Iftitah.

Pemerintah menekankan pentingnya sinergi antara modal asing dengan masyarakat lokal. Dengan masuknya investasi Rp1,2 triliun dari Jepang, multiplier effect yang ditunggu-tunggu pun mulai terbuka lebar. 

Penyerapan tenaga kerja, tumbuhnya ekonomi lokal, peningkatan infrastruktur, hingga peluang usaha baru di sektor pendukung diyakini akan mengubah wajah Maloy-Kaliorang.

Meski begitu, Iftitah menegaskan, arah kebijakan tetap jelas yakni pembangunan ekonomi tidak boleh mengabaikan rakyat Indonesia. 

“Kami sebagai regulator akan menjadi jembatan antara dunia usaha dengan masyarakat. Sesuai arahan Presiden, kita butuh investasi untuk membangun ekonomi, tapi rakyat Indonesia tidak boleh terpinggirkan,” tegasnya.

Kini, Maloy-Kaliorang tidak lagi hanya sebuah kawasan transmigrasi di ujung Kalimantan Timur. Ia menjelma sebagai panggung besar investasi global, dengan sawit dan batu bara sebagai magnet utama, serta rakyat lokal sebagai aktor utama yang akan menikmati hasilnya.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :