Berita / Serba-Serbi /
Luas Kebun Sawit Indonesia Misterius. Ketum JPSN: Itu Disengaja
Ketua Umum JPSN, Soaduon Sitorus. Foto: Dok. Pribadi
Jakarta, elaeis.co - Dimana-mana orang menyebut kalau luas kebun kelapa sawit di Indonesia adalah 16,38 juta hektar. Angka lengkapnya 16.381.959 hektar.
Dari luasan ini, katanya milik rakyat 6.936.796 hektar. Perusahaan Besar milik Negara (PBN) 800.960 hektar dan Perusahaan Besar Swasta (PBS) 8.644.203.
Berdasarkan luasan kebun itu, berseliweranlah angka produksi Crude Palm Oil (CPO) dalam setahun mencapai 54 juta ton.
Pertanyaan yang kemudian muncul, betulkah luas kebun kelapa sawit di Indonesia segitu dan betulkah produksi minyak sawit nasional segitu?
Kalau merunut pada omongan Kepala Bidang Pengembangan Usaha dan Penyuluhan Dinas Perkebunan Riau, Sri Ambar Kusumawati pada seminar yang digelar oleh Aspek-PIR Indonesia di Pekanbaru pekan lalu, luasan dan produksi CPO itu jadi memunculkan tanda tanya besar.
Soalnya saat didaulat menjadi pembicara, Sri bilang kalau hasil update terakhir, luas kebun kelapa sawit di Riau justru berada di angka 3.962.000 hektar, bukan 3.387.208 hektar. Angka yang teramat jomplang bila dibandingkan dengan angka yang dimunculkan otoritas statistik yang hanya 2,7 juta hektar.
Kalau di Riau saja kelebihan luasan kebun kelapa sawit telah mencapai 600 ribu hektar, gimana pula dengan provinsi sawit lain? Maka patut kemudian muncul pertanyaan, berapa sesungguhnya luas kebun kelapa sawit di Indonesia dan berapa pula sesungguhnya produksi minyak sawit nasional.
Ketua Umum Jaringan Pegiat Sawit Nasional (JPSN), Soaduon Sitorus, S.Hut., M.Si sontak tertawa saat dimintai tanggapannya terkait luasan kebun sawit yang misterius itu.
"Jadi gini, ada teori yang mengatakan bahwa kita enggak bisa membantah sebuah data tanpa data. Teori itulah yang dipakai penguasa untuk melegitimasi apa yang dia katakan itu supaya seolah-olah benar. Sebab enggak ada yang membantah dengan data," urai lelaki 48 tahun ini saat berbincang dengan elaeis.co jelang siang tadi.
"Saya pun nanti kalau berkomentar soal validasi data, saya enggak pegang data juga, maka akan selalu berputar begitu. Hanya saja pertanyaan yang kemudian muncul, percaya nggak kita dengan data itu?" tambahnya.
Terkait itu, ayah 4 anak ini terang-terangan bilang enggak pernah percaya dengan data luasan kebun sawit tadi. Alasannya, lelaki yang pernal lama bermain peta ini yakin, pemerintah tidak pernah mengukurnya secara valid.
Semua itu hanya sebuah kesepakatan di saat tidak ada pihak lain yang berusaha membantah data kesepakatan itu dengan data yang lebih benar. Alhasil, data yang ada sekarang menjadi sebuah kebenaran data. "Dan pemerintah selalu terdepan melakukan itu," lelaki ini tertawa.
Lantaran luasan kebun sawit tadi enggak jelas juntrungan, maka dugaan kalau produksi minyak sawit yang ada sekarang lebih besar dari angka yang sebenarnya, menjadi muncul.
"Kemana produksi itu? Jadi, kita realistis saja dengan fakta-fakta. Narkoba saja bisa berton-ton masuk kapal tanpa ketahuan, apalagi minyak sawit. Ini menjadi gambaran bahwa yang di depan mata pun, belum tentu bisa dilihat secara data," ujarnya.
Omongan Soaduon kemudian merembet ke produktivitas minyak sawit Malaysia yang konon selalu lebih tinggi dari Indonesia.
"Kita kan selalu memuji-muji mereka. Saya bergabung dengan group-group petani Malaysia. Sepintas saya lihat, dari potret kebunnya, enggak jauh beda petani Malaysia dengan kita. Ini menurut saya menjadi pintu masuk, jangan-jangan produksi Malaysia itu produksi Indonesia juga," lelaki yang berlatar belakang peneliti ini menduga.
Lantas apa solusi agar data itu akurat? "Begini, pajak kita terbesar, bahkan mungkin di dunia. Pajak kita itu sifatnya terlalu mencekik lantaran pemerintah kita enggak mampu mengumpulkan pajak secara maksimal dengan cara-cara yang adil," Soaduon menggambarkan.
Lantaran seperti itu katanya, maka dibuatlah sebuah prinsip begini; yang didapat itu, itulah dimaksimalkan dari pada mencari yang baru akan lebih sulit. Alhasil, muncullah regulasi-regulasi yang mengikuti prinsip itu.
"Akibatnya, orang semakin betah menghindar dari pajak. Gimana merawat penghindaran ini, ya dengan merawat kesemrawutan tadi. Ketidakpastian tadi," katanya.
"Artinya apa, tadi muncul pertanyaan gimana caranya supaya data itu akurat. Bagi saya, data itu enggak penting akurat. Sebab jika akurat, justru akan membebani saya secara pajak. Sudahlah, di negara ini, enggak hanya peternak masalah yang ada, tapi juga peternak kesemrawutan," Soaduon tertawa.
Kalau penguasa menghamparkan sederet masalah di industri sawitdan menyebut banyak perusahaan bermasalah segera dibenahi, diperbaiki tata kelolanya, itu kata Soaduon hanya berakhir pada kepentingan prakmatis penguasa yang ujung-ujungnya untuk kepentingan politik.
"Kita tengoklah kerja-kerja Satgas Sawit ini. Kalau di provinsi maupun kabupaten kota, sejak lama sudah ada Satgas soal sawit ini. Tapi hasilnya? Heheheh," lagi-lagi Soaduon tertawa







Komentar Via Facebook :