https://www.elaeis.co

Berita / Bisnis /

Limbah Sawit Resmi Jadi Avtur Hijau, Apa Saja Keunggulannya?

Limbah Sawit Resmi Jadi Avtur Hijau, Apa Saja Keunggulannya?


Jakarta, elaeis.co – Kabar besar datang dari industri sawit Indonesia. Limbah cair pabrik sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME), yang biasanya hanya numpang diam di kolam penampungan, kini resmi naik pangkat jadi bahan baku avtur hijau. 

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) telah mengesahkan POME sebagai feedstock resmi Sustainable Aviation Fuel (SAF), lewat dokumen CORSIA Default Life Cycle Emissions Values. Kabar ini sontak memantik optimisme baru di sektor energi, aviasi, hingga sawit nasional.

Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub, Sokhib Al Rokhman, mengatakan pengakuan global tersebut menjadi tonggak penting bagi Indonesia. 

Dengan adanya default value dari ICAO, proses perhitungan emisi jadi lebih mudah dan bisa langsung diterapkan produsen SAF dalam negeri. Singkatnya, jalan birokrasi dan teknis mulai diringkas, sehingga produsen tinggal mengeksekusi.

Dari industri sawit, angin segar ini disambut penuh antusias. Dewan Pengawas IPOSS, Sofyan Djalil, menyebut penetapan POME sebagai bahan baku avtur hijau sebagai momentum besar. 

“POME selama ini dianggap limbah, dan sekarang masuk kategori bahan bakar pesawat karena memenuhi standar keberlanjutan,” ujarnya, Jumat (12/12).

Kalimat itu terasa seperti mengetuk pintu baru bagi ratusan pabrik sawit, memperlihatkan potensi yang selama ini tersembunyi di balik limbah.

Kementerian Luar Negeri ikut menegaskan bahwa pengakuan ICAO bukan jatuh dari langit. Direktur Sosial Budaya dan Kemitraan Strategis, Ary Aprianto, mengatakan bahwa proses ini melalui harmonisasi data dan penilaian ilmiah secara menyeluruh. 

“POME telah memenuhi persyaratan ICAO sebagai feedstock SAF dan melalui evaluasi metodologis lembaga internasional,” ungkapnya.

Secara teknis, hasil pengukuran lapangan yang disampaikan Indonesia juga terbukti selaras dengan standar ICAO. Perwakilan SCSEGCAEP-ICAO, Wendy Aritenang, menuturkan bahwa data Indonesia konsisten dengan analisis internasional. 

PT Tripatra, sebagai mitra teknis, menemukan bahwa POME memiliki nilai emisi 17,5–18,8 gCO₂e/MJ, dirata-ratakan menjadi 18,1 gCO₂e/MJ—angka yang dinilai sangat kompetitif untuk SAF. “Nilai ini mencerminkan kondisi aktual lapangan dan sudah diverifikasi,” kata analis Tripatra, Faras Wibisono.

Di sisi hulu, potensi bahan baku POME pun sangat besar. Peneliti IPOSS, Dimas H.P, menyebut bahwa produksi tandan buah segar (TBS) nasional yang mencapai 250 juta ton per tahun mampu menghasilkan hingga 2,5 juta ton POME oil, dengan asumsi tingkat pemulihan 1 persen. 

Namun ia mengingatkan pentingnya perbaikan tata kelola, dari penetapan HS code hingga sistem traceability yang menjamin kualitas.

Dengan pengakuan resmi ICAO, POME kini berdiri sejajar dengan bahan baku avtur hijau lain di dunia. Lebih dari sekadar limbah, ia berubah menjadi pintu masuk baru bagi Indonesia untuk memperkuat posisi di industri energi bersih global, sebuah lompatan yang dulunya terasa mustahil, kini pelan-pelan mengudara.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :