https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Lelang Jabatan di Kementan Bikin Petani Sawit Deg-degan

Lelang Jabatan di Kementan Bikin Petani Sawit Deg-degan

Petani sawit di Papua mengumpulkan hasil panen. foto: ist.


Jakarta, elaeis.co - Dua bulan menjabat, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, merombak susunan pejabat tinggi di instansi yang dia pimpin. 56 jabatan eselon I dan eselon II dilelang sejak pertengahan pekan lalu.

Langkah ini dilakukan untuk memulihkan reputasi Kementan paska kasus korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang ditangani KPK, serta membersihkan Kementan dari oknum-oknum pejabat yang terseret kasus korupsi, jual-beli posisi, dan kolusi dengan pengusaha.

Lelang jabatan juga dimaksudkan untuk penyegaran pejabat yang telah lama menduduki posisinya ataupun mengisi jabatan yang kosong. Perombakan ini diharapkan bisa merealisasikan kembali swasembada sejumlah komoditas pangan.

Petani sawit sangat berharap perombakan ini mendudukkan pejabat baru, terutama di posisi Direktur Jenderal Perkebunan, yang benar-benar peduli dan memahami kebutuhan petani.

Dorteus Paiki, Ketua Koperasi Produsen Sawit Arfak Sejahtera Papua Parat, berharap pejabat Direktur Jenderal Perkebunan yang baru nantinya akan menganulir Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan (Kepdirjenbun) Nomor: 62/Kpts/KB.410/06/2023.

Kepdirjenbun yang diteken pada 05 Juni 2023 itu telah mengandaskan cita-cita ribuan petani Papua Barat memiliki Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sendiri dengan pendanaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Di regulasi itu muncul syarat baru untuk mendapatkan dana pendirian PKS dari BPDPKS, yakni surat pernyataan memiliki modal 30% dari nilai investasi. Artinya, kalau modal untuk membikin PKS Rp 150 miliar, petani musti punya modal Rp 45 miliar yang dibuktikan dengan rekening koran setahun terakhir.     

Syarat ini tidak ada pada Kepdirjenbun Nomor: 273/Kpts/HK.160/9/2020 tentang Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit dalam Kerangka Pendanaan BPDPKS yang terbit 2 September 2020.

Menurut Dorteus, Koperasi Produsen Sawit Arfak Sejahtera awalnya bersemangat mengurus pendirian PKS lantaran tidak ada syarat modal. "Semua syarat yang ditetapkan sudah kami lengkapi. Lalu tiba-tiba terbit Kepdirjenbun Nomor: 62/Kpts/KB.410/06/2023. Mentah lagi semuanya. Padahal duit kami sudah habis Rp 3 miliar untuk memenuhi syarat mendirikan PKS," keluhnya saat berbincang dengan elaeis.co. 

Ironisnya lagi, menurut lelaki 57 tahun ini, syarat 30% dibuat karena Dirjenbun khawatir PKS yang didanai BPDPKS bakal mangkrak. "Alasan itu sangat mengada-ada. Padalah presiden pun mendorong korporatisasi koperasi," tandasnya. 

"Masak iya investasi kami masih diragukan. Luas kebun sawit kami 3.750 hektar, nilainya setara Rp 375 milyar. Apa itu bukan termasuk penyertaan modal?" sambungnya.

Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kalimantan Barat, Indra Rustandi juga menilai Kepdirjenbun 62/2023 membunuh harapan petani sawit meraih dana pembangunan PKS dari BPDPKS.

"Kami juga berjuang melengkapi administrasi untuk mendapatkan alokasi pendanaan PKS mini. Tapi kami baru separuh jalan saat kepdirjenbun yang baru itu keluar, duit kami yang habis sekitar Rp 500-an juta," sebut petani sawit di Singkawang itu.

Sementara itu, Andi Kasruddin Raja Muda, petani sawit di Sulawesi Barat, berharap pejabat eselon baru di Kementan nantinya benar-benar bekerja dan tidak hanya pandai mengumbar kata. Dia menilai selama ini petani sering kena PHP alias Pemberi Harapan Palsu.

"Petani dicekoki banyak istilah yang membuat pusing, apalagi terkait Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Ada percepatanlah, akselerasilah, padu serasilah, kolaborasilah, koordinasilah, dan terakhir ini muncul lagi yang namanya gugus tugas. Semua PHP, enggak ada yang serius," sindirnya.

"Kalau serius, PSR pasti akan lebih terdongkrak bahkan bisa tuntas. Apalagi setelah ada PP 23 tahun 2021 yang mengatur soal lahan rakyat maksimal 5 hektar dan dikuasai minimal 5 tahun bebas dari kawasan hutan. Tapi nyatanya enggak begitu. Sebelum ada dirjenbun defenitif, capaian PSR malah lebih besar," sambungnya. 

Dia tidak menampik kalau di Direktorat Jenderal Perkebunan ada juga pejabat yang bagus dan paham apa yang dibutuhkan oleh petani sawit. "Mudah-mudahan mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih strategis agar bisa menolong para petani sawit," harapnya.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :