Berita / Nusantara /
Dari Sidang Lanjutan Gugatan UUCK
Lebih 700 Penggugat, Pakar UGM: Ada 'Kudeta Redaksional' di UUCK Itu
Guru Besar Hukum Tata Negara UGM, Prof. Zainal Arifin Mochtar. foto: tangkapan layar
Jakarta, elaeis.co - Lebih dari 700-an perorangan maupun lembaga swasta berharap mayoritas dari sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan mereka agar Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, diputuskan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Harapan itu sama-sama tertera pada petitum enam nomor perkara --- 4,6,91,103,105 dan 107 --- milik semua pemohon itu. Pemohon perkara nomor 4 yang paling banyak; mencapai 663 orang.
Perkara ini tidak masuk secara bersamaan. Perkara 91,103,105 dan 107 masuk tahun lalu, sementara sisanya dimasukkan tahun ini.
Kamis pekan lalu, sidang lanjutan pengujian formil dan materil UUCK itu sudah digelar secara daring. Sekitar 4 jam Ketua MK, Anwar Usman, memimpin langsung sidang yang memperdengarkan pendapat tiga orang ahli.
Adalah Prof. Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk perkara nomor 91, Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M, dari Universitas Andalas Padang untuk perkara nomor 103 dan Dr. Hernadi Affandi dari Universitas Padjajaran Bandung pada perkara nomor 105.
Semua para ahli ini menyebut bahwa UUCK bermasalah. Mulai dari ketiadaan partisipasi publik serta tidak transparannya UUCK ini, mengemuka.
Termasuk juga bahwa ternyata, jika merunut pada Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 junto Undang-Undang nomor 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, hukum Indonesia tidak mengenal Omnibus Law.
"Ada kudeta redaksional dalam UUCK itu. Sebab pasca persetujuan, banyak perubahan yang terjadi. Mulai dari perubahan, penambahan hingga penghilangan pasal. Prof. Saldi Isra juga sudah menulis ini," ujar Zainal Arifin dalam kanal youtube MK yang diputar ulang oleh elaeis.co, kemarin.
Sementara Feri sendiri mengatakan bahwa dari tujuh azaz formil yang harus dipenuhi oleh pembentukan undang-undang, enam diantaranya dilanggar oleh UUCK.
"Ini kealfaan formalitas yang dahsyat. Kalau ini dikaitkan dengan ibadah sholat, di proses wudhunya saja sudah salah. Oleh karena itu, proses selanjutkan tidak sah," ujar lelaki 40 tahun ini.
Aktivis hukum ini juga menyebut bahwa 79 undang-undang yang dijejalkan ke dalam undang-undang nomor 11 itu, tidak ada kaitannya dengan cipta kerja, tapi nama undang-undang itu dibikin justru cipta kerja.
Hernadi sendiri menyebut, kelahiran UUCK cacat prosedural. "Dari sisi bentuk, tidak lazim dan undang-undang ini tidak tahu mau dikelompokkan ke dalam undang-undang apa. Undang-undang ini juga muncul tiba-tiba, tidak ada dalam program legislasi nasional (prolegnas), jadi ada baiknya dibatalkan atau tidak berlaku," katanya.
Tak berlebihan sebenarnya jika tiga ahli ini mengatakan jika UUCK itu bermasalah. Sebab dari penelusuran elaeis.co, turunan dari UUCK ini juga semakin bermasalah.
Misalnya pada cluster kehutanan. Di UUCK disebut bahwa kawasan hutan adalah kawasan yang sudah dikukuhkan, ini sesuai dengan apa yang tertera pada Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan bahkan di undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Namun di Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2021, pengertian kawasan hutan itu menjadi beragam dan bahkwan frasa sebelum dan sesudah ditunjuk, juga muncul menjadi aturan.
Kepada elaeis.co siang ini, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga mantan anggota tim serap aspirasi rancangan peraturan pemerintah terkait kehutanan, Prof. Budi Mulyanto, mengakui bahwa banyak aspirasi masyarakat yang tidak diserap dalam pembuatan PP terkait kehutanan itu.
Meski pendapat tiga ahli tadi mengatakan kalau UUCK itu bermasalah, bukan berarti pendapat itu langsung didengar dan menjadi putusan para hakim. Sebab sidang ini juga masih akan berlanjut pada kamis (12/8) pekan ini.
Dan Ketua MK, Anwar Usman mengingatkan, bahwa apapun yang diputuskan oleh lembaga peradilan kelak, itu sudah hasil ijtihad (usaha yang sungguh-sungguh).







Komentar Via Facebook :