https://www.elaeis.co

Berita / Bisnis /

Laporan “A Family Affair” Ungkap Dugaan Pelanggaran Perusahaan Sawit Keluarga Fangiono

Laporan “A Family Affair” Ungkap Dugaan Pelanggaran Perusahaan Sawit Keluarga Fangiono

Perkebnan kelapa sawit yang terafiliasi dengan keluarga Fangiono, Foto: Ist


Jakarta, elaeis.co - Laporan investigatif terbaru berjudul “A Family Affair” yang dirilis Kaoem Telapak dan Environmental Investigation Agency (EIA) mengungkap dugaan pelanggaran hukum, lingkungan, dan hak asasi manusia secara sistematis oleh sejumlah perusahaan kelapa sawit yang terafiliasi dengan keluarga Fangiono, salah satu dinasti bisnis terbesar di industri agribisnis Indonesia.

Sejumlah grup perusahaan besar yang posisi kuncinya, seperti pemilik akhir, penerima manfaat, dan direktur, dipegang oleh anggota keluarga Fangiono antara lain First Resources, FAP Agri, dan Ciliandry Anky Abadi (CAA) diduga terlibat dalam deforestasi masif, konflik berkepanjangan dengan masyarakat adat dan lokal, serta operasi ilegal tanpa izin lengkap.

Laporan ini mencatat, salah satu perusahaan afiliasi CAA di Papua diduga membuka lebih dari 6.000 hektare hutan sejak 2022. Di wilayah lain, ditemukan indikasi manipulasi skema plasma dan kegagalan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR), termasuk aksi massa dan pengaduan petani terkait ketidakadilan pembagian keuntungan.

Temuan lain menyebut adanya aktivitas perusahaan tanpa izin Hak Guna Usaha (HGU) maupun izin pelepasan kawasan hutan. Dalam salah satu kasus, kegiatan tetap berjalan meski ada perintah penghentian operasi. Laporan ini juga menyoroti pemberian sertifikasi ISPO kepada perusahaan yang disinyalir melakukan pelanggaran berat, memunculkan pertanyaan terhadap kredibilitas sistem sertifikasi nasional.

Konflik berkepanjangan dengan masyarakat adat juga diungkap, seperti di Kalimantan (Suku Dayak Agabag) dan Papua (Suku Moi), dengan indikasi intimidasi, kriminalisasi, serta perusakan kebun pangan milik masyarakat adat dan komunitas lokal.

Senior Campaigner Kaoem Telapak, Olvy Tumbelaka, menegaskan laporan ini menunjukkan ironi terhadap keberlangsungan hutan Indonesia yang terus dikorbankan demi kepentingan segelintir elite bisnis. Ia menyoroti celah hukum, lemahnya pengawasan, dan konflik kepentingan yang memungkinkan operasi berskala besar tetap berjalan tanpa akuntabilitas.

“Laporan ini bukan hanya soal kerusakan lingkungan, tapi juga soal hak hidup dan martabat masyarakat yang tinggal di wilayah terdampak,” tegas Olvy.

Laporan ini juga memperingatkan potensi pelanggaran terhadap Peraturan Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang mewajibkan uji tuntas rantai pasok komoditas, termasuk kelapa sawit, agar bebas dari deforestasi.

Oleh karena Kaoem Telapak dan EIA mendesak:

  1. Pemerintah Indonesia menindak tegas pelaku pelanggaran hukum, menghentikan alih fungsi hutan, mengakui wilayah adat, memperkuat pengawasan, dan memperketat perizinan perusahaan kelapa sawit skala besar.

  2. Pembeli, pendana, dan investor mengevaluasi hubungan dengan perusahaan-perusahaan tersebut dan mempertimbangkan penghentian kerja sama hingga kepatuhan terhadap HAM dan lingkungan terpenuhi.

  3. Lembaga sertifikasi ISPO segera mengevaluasi dan mencabut sertifikasi dari perusahaan yang terbukti melanggar hukum dan prinsip keberlanjutan.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :