https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Lakukan Pelanggaran, Perusahaan Sawit di Merangin Diberi Tenggat Perbaikan Hingga Akhir Tahun

Lakukan Pelanggaran, Perusahaan Sawit di Merangin Diberi Tenggat Perbaikan Hingga Akhir Tahun

DPRD Merangin menggelar hearing lintas komisi membahas temuan pelanggaran di perusahaan perkebunan kelapa sawit PT SGN. Foto: dok. Ahmad Fahmi


Merangin, elaeis.co - DPRD Merangin, Provinsi Jambi, menggelar hearing atau rapat dengar pendapat (RDP) lintas komisi membahas temuan pelanggaran yang dilakukan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Sumber Guna Nabati (SGN). RDP dihadiri perwakilan pemerintah kabupaten dan perusahaan.

Dalam RDP tersebut terkuak berbagai pelanggaran serius yang dilakukan perusahaan sawit tersebut. Seperti perizinan, pajak, tenaga kerja, dan kemitraan yang menjadi syarat penting dalam mendirikan perusahaan kelapa sawit. 

Ketua Komisi II DPRD Merangin, Muhamad Yani, menyebutkan, sejak berdiri tahun 2015 lalu, PT SGN tidak memiliki kemitraan dengan petani sawit. Padahal menurut hitungan di atas kertas, dengan kapasitas produksi mencapai 40 ton per jam, pabrik PT SGN membutuhkan pasokan bahan baku dari 8.000 hektare kebun sawit.

“Lantas sawitnya dari mana? Tanpa pola kemitraan yang jelas, kami menduga perusahaan membeli sawit dari sumber yang tidak legal,” katanya dalam pernyataannya dikutip elaeis.co Rabu (5/2).

Dia menegaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, setiap perusahaan pengolahan sawit yang tidak memiliki kebun sendiri wajib memiliki skema kemitraan dengan petani setempat. “Ini berbahaya, PT SGN merusak tata niaga perusaahan-perusahaan yang lain,” sebutnya.

“Ini juga bisa menghambat PT SGN memperoleh sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang menjadi syarat utama bagi perusahaan sawit untuk beroperasi secara legal,” sebutnya.

Ketua Komisi I DPRD Merangin, Taufik, juga mengungkapkan bahwa PT SGN hanya membayar retribusi air sebesar Rp 270 ribu per bulan, lebih rendah dibandingkan rumah tangga yang bisa mencapai Rp 400 ribu per bulan.

Kondisi ketenagakerjaan di PT SGN juga disorot karena para pekerjanya hanya berstatus buruh harian lepas (BHL) tanpa kejelasan kontrak atau jaminan kesejahteraan. Selain itu, perizinan perusahaan sudah lama mati dan tidak pernah diperbarui dan pelaporan melalui Dinas Perkebunan dan Dinas Lingkungan Hidup juga nihil. Dana CSR (Corporate Social Responsibility) dan limbah perusahaan juga disorot dalam RDP tersebut.

Melihat berbagai pelanggaran yang terjadi, sejumlah anggota DPRD Merangin meminta agar PT SGN ditutup sementara hingga seluruh permasalahan diselesaikan. Kepala Dinas Perizinan Merangin yang mengikuti RDP, Ibrahim, sependapat jika ada pelanggaran dan aduan masyarakat. Bahkan dia menegaskan bahwa penutupan bisa dilakukan. Bahkan sanksi pidana bisa diterapkan jika ditemukan pelanggaran hukum.

Kabag Hukum Setda Merangin, Alex Sander Mandala Putra, menguatkan pernyataan Ibrahim. “Semua ada sanksi pidananya, apalagi kalau terjadi penutupan perusahaan. Itu ada sanksi pidananya,” sebutnya.

Namun, anggota DPRD Merangin lainnya meminta agar perusahaan diberi kesempatan untuk membenahi perizinan dan memperbaiki kesalahan dalam operasionalnya. “Saya memberikan kebijakan kepada perusahaan PT SGN untuk berbenah dan memperbaikinya hingga akhir tahun ini,” kata Wakil Ketua DPRD Merangin, Ahmad Fahmi MH, yang memimpin jalannya RDP.

Akhirnya dalam hearing itu disepakati PT SGN diberi waktu hingga tahun 2025 untuk mengurus perizinan, termasuk sertifikasi ISPO, menyelesaikan kewajiban pajak, serta menata kemitraan dengan petani sawit. Jika PT SGN tidak segera berbenah, rekomendasi penutupan akan diberlakukan tanpa kompromi.

“Kita tunggu iktikad baik dari pihak perusahaan untuk melakukan pembenahan. Jika tidak ada perubahan, terpaksa kita tutup,” pungkasnya.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :