https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Lahirnya PP No. 5 Tahun 2025 dan PP No. 45 Tahun 2025 Tekesan Tak Adil Untuk Petani 

Lahirnya PP No. 5 Tahun 2025 dan PP No. 45 Tahun 2025 Tekesan Tak Adil Untuk Petani 

Pengurus DPP Apkasindo, Dermawan Harry Oetomo.(Ist)


Jakarta, elaeis.co - Petani sawit swadaya di seluruh Indonesia tengah menghadapi kegelisahan serius akibat penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 Tahun 2025 dan PP No. 45 Tahun 2025. Regulasi tersebut dinilai tidak hanya menimbulkan ketidakjelasan hukum, tetapi juga berdampak langsung terhadap kesejahteraan para petani sawit yang selama ini menjadi tulang punggung industri sawit nasional.

Pengamat Tata Niaga dan Tata Kelola Sawit, Dermawan Harry Oetomo mengatakan persoalan utama muncul dari ketentuan sertifikasi Hak Guna Usaha (HGU) dan penetapan kawasan hutan oleh Kementerian Kehutanan yang dinilai minim verifikasi di lapangan. Banyak petani yang lahannya tiba-tiba diklaim sebagai kawasan hutan tanpa proses identifikasi dari level desa, kabupaten, hingga provinsi.

"Ironisnya, relokasi lahan justru diarahkan ke wilayah yang tidak memiliki tanaman sawit, menimbulkan kesan ketidakadilan dan keberpihakan terhadap rakyat," ujarnya kepada elaeis.co, Selasa (7/10).

Menurutnya, kondisi ini memperparah beban petani swadaya di tengah tekanan ekonomi dan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan begitu Dermawan menanyakan di mana letak integritas dalam kebijakan ini?

"Situasi ini menuntut pemerintah untuk meninjau ulang pendekatan dan prioritas kebijakan. Pajak yang selama ini dibayarkan rakyat, termasuk petani sawit, harusnya menjadi bukti kontribusi nyata terhadap negara. Maka sudah seharusnya pula kebijakan negara mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan kemanfaatan," paparnya.

"Perlu diingat, tidak ada yang instan di dunia ini bahkan mie instan pun harus direbus terlebih dahulu. Begitu juga dalam membangun sektor sawit yang berkelanjutan butuh proses, kesabaran, dan kolaborasi antar pihak," sambungnya lagi.

Oleh karena itu kata pria yang juga pengurus DPP Apkasindo itu, seluruh kementerian dan lembaga  terkait perlu mulai menerapkan prinsip Integritas Sawit sebagai jembatan emas menuju kesejahteraan petani. Prinsip ini sejalan dengan asas hukum Salus Populi Suprema Lex kesejahteraan rakyat adalah hukum tertinggi serta cita-cita pembangunan nasional seperti tercantum dalam poin ke-6 Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

"Pembenahan juga perlu dilakukan di bidang administrasi negara, mulai dari sinkronisasi data E-KTP hingga pembaruan data Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ini bukan perkara mudah, namun bukan pula alasan untuk menghambat hak rakyat," tegasnya 

Pemerintah diharapkan dapat kembali berpijak pada Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 dan UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999. Kedua undang-undang ini menjadi fondasi penting dalam mengatur keadilan agraria dan pengelolaan kawasan hutan, khususnya dalam konteks kontribusi sektor sawit terhadap devisa negara.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :