Berita / Kalimantan /
Lahan Terbatas dan Rawan Konflik, Kendala Perluasan Kebun Sawit di Kotim
Hasil panen petani sawit siap dijual kepada pengepul. Foto: ist.
Sampit, elaeis.co – Perluasan areal perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, dinilai tidak memungkinkan. Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kotim, Alang Arianto, menyebutkan, saat ini ketersediaan lahan di kabupaten tersebut sangat terbatas.
"Saat ini ada 58 perusahaan besar sawit (PBS) yang beroperasi di Kotim. Ini membuat lahan yang tersedia untuk pengembangan kebun sawit menjadi sangat terbatas," jelasnya dalam pernyataan yang dikutip elaeis.co Sabtu (25/1).
Diakuinya bahwa investasi sawit terus memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan Kotim. “Namun untuk perluasan lahan berskala besar, sangat sulit,” sebutnya.
Meski begitu, untuk skala kecil dan menengah, menurutnya, masih memungkinkan dilakukan perluasan lahan sawit di wilayah utara Kotim seperti Tualan Hulu, Mentaya Hulu, dan Bukit Santuai.
“Kalau skala besar, kemungkinan tidak ada lahan lagi. Namun kalau mau memanfaatkan lahan yang belum tergarap sekitar 20 hingga 30 ribu, mungkin masih bisa. Tentu saja proses pembebasannya harus dilakukan hati-hati untuk menghindari konflik atau sengketa,” bebernya.
Disebutkannya, saat ini sejumlah perusahaan sawit di Kotim belum bisa menguasai dan mengelola lahan secara penuh meski telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU). “Penyebabnya adalah keberadaan hutan adat dan tanah milik masyarakat yang memerlukan proses ganti rugi. Kalau masyarakat tidak bersedia melepaskan lahan, perusahaan tidak dapat menguasainya," tukasnya.
“Lahan pada kawasan hutan di Kotim ada pemiliknya. Meski masyarakat tidak memiliki dokumen alas hak, tapi lahan-lahan itu sudah dikelola secara turun-temurun. Makanya ada satu perusahaan sawit di Kotim yang memiliki HGU hampir 1.000 hektar, tapi lahan itu belum dapat dikuasai,” sambungnya.
Untuk menghindari dan menyelesaikan konflik, menurutnya, pemerintah daerah terus mendorong perusahaan dan masyarakat menjalin kemitraan. “Bisa saja pola kerja samanya adalah bagi hasil. Lahan tetap menjadi milik masyarakat, tetapi dikelola, ditanam, dan dipelihara oleh perusahaan. Hasilnya dibagi dua," paparnya.







Komentar Via Facebook :